“Selama bertahun-tahun, saya berusaha melakukan segala sesuatu dengan usaha dan kekuatan sendiri, namun tidak ada hasilnya. Semuanya terjadi saat saya meletakkan masalah saya dalam tangan Tuhan.”
Fontella Bass berada di titik terendah hidupnya pada tahun 1990. Hidupnya sangat menderita. Ia tidak memiliki penghasilan tetap, bahkan kerap kedinginan saat musim dingin datang karena tidak mampu membeli pemanas ruangan. Semua keadaan yang buruk itu sangat berkebalikan dengan masa kejayaannya 25 tahun yang lalu, saat lagu Rhythm and Blues miliknya menjadi hits nomor satu di tangga lagu dunia.
“Saya memanjatkan doa. Saya membutuhkan tanda dari Tuhan untuk tetap bertahan hidup. Tiba-tiba saya mendengar lagu itu, ‘Rescue Me’ di sebuah iklan TV. Saat itulah saya tahu, Tuhan sudah melangkah masuk ke dunia ini untuk menyelamatkan saya.”
Fontella baru mengetahui bahwa sebuah stasiun televisi menggunakan lagunya sebagai bagian dari sebuah iklan. Mereka pun membayarkan royalti padanya. Royalti lagu itu tidak saja dapat membuatnya bertahan hidup, kesempatan baru untuk menyanyi pun terbuka baginya. Ia kemudian merilis album baru berjudul “No Ways Tired.” Kesuksesannya kali ini berbeda dengan kesuksesannya yang sudah-sudah. Kali ini ia tahu siapa sumber kebenaran dan berkat dalam hidupnya.
Ketika seseorang berhasil, seringkali mereka melupakan sumber dari kesuksesan itu. Banyak orang berpikir bahwa kesuksesan berasal dari bakat dan perjuangan yang mereka lakukan. Mereka melupakan sumber dari berkat dan kebenaran tersebut, mereka melupakan Tuhan, sampai kemudian berkat itu berhenti mengalir. Berkebalikan dengan beberapa orang yang mengetahui secara pasti sumber kebenaran dan berkat dari hidup mereka.
Orang-orang seperti ini mengenal Pencipta mereka secara pribadi serta selalu belajar dari sumber kebenaran yaitu Firman Tuhan. Hal ini mengakibatkan ada berkat yang tak berkesudahan, terobosan, dan kemenangan dalam hidup mereka.
Selamat Berkarya. Gusti mberkahi.
Desa Rjukan yang kecil dan nyaman di Norwegia adalah wilayah yang menyenangkan untuk ditinggali—kecuali sepanjang hari-harinya yang gelap di musim dingin. Terletak di lembah pada kaki Gunung Gaustatoppen yang menjulang, desa ini tidak menerima pancaran sinar matahari secara langsung selama hampir setengah tahun. 

Warga sudah lama mempertimbangkan gagasan untuk menempatkan sejumlah cermin di puncak gunung untuk memantulkan sinar matahari. Namun konsep itu baru dapat direalisasikan akhir-akhir ini. Pada tahun 2005, seorang seniman lokal memulai proyek yang dinamai Proyek Cermin untuk mengumpulkan orang-orang yang bisa mengubah gagasan itu menjadi kenyataan. Delapan tahun kemudian, pada Oktober 2013, cermin-cermin tersebut mulai beroperasi. Warga pun memadati alun-alun kota untuk menikmati sinar matahari yang dipantulkan.

Sama seperti sinar matahari berperan penting bagi kesehatan emosi dan fisik manusia, demikian juga pancaran terang Yesus berperan penting bagi kesehatan rohani manusia. Syukurlah, setiap orang percaya berada dalam posisi yang tepat untuk memantulkan terang-Nya agar menembus tempat-tempat gelap di dunia. —Julie Ackerman
Nun jauh disana, di salah satu sudut khayangan, terlihat sedikit kesibukan karena ada tiga calon yang akan dikirim ke dunia fana ini; lahir sebagai bayi dan tumbuh menjadi manusia seutuhnya. Namun sebelumnya, mereka ditanya apa yang akan dikerjakan saat di bumi. 

Tanpa berpikir panjang, mereka serempak berkata, ”Kami akan berusaha sekuat tenaga untuk mencapai kesuksesan.”

” Bagus.... bagus.... kalian bertiga sungguh luar biasa,” kata Dewa Kelahiran memberi semangat.
Ternyata ketiga orang yang awalnya mempunyai keinginan yang sama, dalam menjalani kehidupan di bumi mempunyai sikap dan tindakan yang berbeda. 

Orang pertama, melihat kehidupan ini tidak seindah yang dibayangkan. Banyak orang yang hidup sengsara dan mengalami banyak musibah. Ia lalu berubah pikiran, waktu yang seharusnya digunakan untuk mencapai kesuksesan dan kekayaan dibagi dua. Sebagian ia gunakan untuk mencapai kesuksesan yang penuh dengan tantangan dan sebagian lagi ia gunakan untuk membantu mereka-mereka yang kekurangan. Jiwa sosialnya menyentuh hati banyak orang. Ia tidak pernah meminta pamrih atas bantuannya. Ketika ia meninggal, orang-orang merasa kehilangan. Walaupun telah tiada sekian lama, namanya sebagai ”dewa penolong” masih terdengar disana-sini.

Orang yang kedua melihat dunia ini justru begitu banyak kesempatan-kesempatan yang bisa dimanfaatkan untuk mencapai kesuksesan dan meraih kekayaan melimpah ruah. Tak peduli apakah itu korupsi, melanggar hukum, atau mengorbankan generasi muda. Dari usahanya, termasuk dengan berdagang obat-obatan terlarang, ia menjadi kaya raya. Dari hari ke hari sepak terjangnya semakin berani, bahkan terkesan semakin rakus. Namun seperti peribahasa mengatakan, sepandai-pandai tupai melompat, sekali-kali akan jatuh juga. Akhirnya ia masuk penjara karena perbuatannya. Ketika meninggal, tidak ada orang yang merasa kehilangan, kecuali anak-anaknya.

Orang yang ketiga melihat jalan menuju kesuksesan ternyata penuh dengan tantangan dan rintangan. Akhirnya ia memilih hidup apa adanya saja, yang penting keluarga bisa hidup sehat dan cukup makan. Ia tidak berusaha/bekerja lebih keras serta enggan mengambil risiko. Setelah ia meninggal, beberapa saat kemudian, tidak ada lagi orang yang mengenalnya.

Kehidupan manakah yang Anda inginkan? Mari, janganlah kita hanya sekadar mengejar keuntungan dan harta semata-mata, karena sewaktu kita meninggalkan dunia fana ini, satu sen pun tidak bisa kita bawa. 

Sebesar apa pun properti yang kita tempati, sebanyak apapun uang yang kita miliki, saat kita pergi, hanya menempati tanah tidak lebih dari 1x2 meter persegi. Ini bukan demotivasi, tetapi realitas. Oleh sebab itu sebelum dan terutama sesudah sukses, tanamlah bibit-bibit kebaikan dan karya-karya berguna sebagai ”monumen” agar dunia selalu mengingat keberadaan dan eksistensi kita.

"Mari kita tinggalan jejak yang LUAR BIASA, dengan MEMAKSIMALKAN TALENTA yang kita miliki"

Selamat berusaha, Gusti mberkahi.
Hiduplah seorang seniman Jepang yang sangat terkenal bernama Hokusai. Pada zaman itu, karya-karya Hokusai sangat diminati. Tidak heran, banyak bangsawan yang berani membayar mahal untuk memiliki karyanya. Suatu hari, seorang bangsawan memesan sebuah lukisan dengan model seekor burung peliharaan kesayangannya. Ia meminjamkan burung peliharaannya pada Hokusai dan meminta agar lukisan dapat selesai dalam waktu 1 minggu.
Hari demi hari berlalu, bangsawan ini mulai tidak sabar menanti. Ia pun mulai merindukan burung kesayangannya. Setelah bersabar menunggu 1 minggu lamanya, ia datang ke kediaman Hokusai. Namun, sang seniman meminta dengan rendah hati agar ia diberi waktu 1 minggu lagi. Penundaan itu pun terus berlanjut, 2 bulan, 6 bulan, sampai akhirnya genap 1 tahun bangsawan ini menunggu. Sudah cukup! Ia tidak mau menunggu lebih lama lagi.
Akhirnya bangsawan itu datang ke kediaman Hokusai. Sebelum bangsawan ini bicara, Hokusai membungkuk dengan hormat lalu berpindah ke meja kerjanya. Dalam waktu beberapa menit, tanpa susah payah, ia membuat sebuah lukisan burung yang sangat indah, seperti yang dipesan oleh bangsawan itu. Bangsawan itu terpana dan bertanya dengan marah, “Mengapa aku harus menunggu selama satu tahun jika ternyata kau hanya memerlukan waktu beberapa menit saja untuk menyelesaikan lukisan ini?!”
Dengan tersenyum, Hokusai menjawab, “Anda tidak mengerti.” Ia lalu mengajak bangsawan itu ke satu ruangan yang penuh dengan sketsa-sketsa burung. “Untuk menghasilkan karya terbaik, aku membutuhkan hubungan pribadi dengan modelnya. Aku mempelajari karakternya sampai akhirnya dapat menghasilkan sebuah karya yang sempurna.”
Semua orang dapat menyembah Tuhan. Namun, tidak semua orang dapat menyentuh hati Tuhan. Menyembah adalah sebuah hubungan, hubungan Anda dengan Tuhan. Sudah seberapa dekat hubungan Anda dengan Tuhan ? Sudahkah Anda berterima kasih untuk semua kebaikan-Nya ? Sudahkah Anda berkata “I love YOU, God ?” Gusti mberkahi.
Alkisah, suatu hari seorang kaisar sedang bersenda gurau dengan beberapa orang buta. Tanpa disengaja, pembicaraan pun sampai ke topik tentang gajah. Orang-orang buta tersebut kemudian berkata bahwa mereka tidak tahu apa itu gajah.

Kaisar kemudian memerintahkan pelayannya untuk membawakan seekor gajah kecil dari Selatan agar orang-orang buta tersebut bisa menyentuhnya dan mendeskripsikan bentuk gajah. Maka, mereka mulai menyentuh gajah tersebut.

Orang buta pertama menyentuh gading sang gajah dan berkata, “Ternyata gajah bentuknya seperti sebuah lobak besar!”
Kemudian orang buta kedua menyentuh telinga gajah dan berkata, “Gajah tidak mirip lobak, melainkan seperti sebuah tetampah raksasa.”

Orang ketiga yang menyentuh kaki gajah berkata, “Kalian semua salah! Gajah itu ya mirip sebuah pilar besar.”

Orang keempat menyentuh badan gajah, kemudian ia berkata, “Gajah itu mirip seperti sebuah dinding besar.”

Terakhir, orang buta keenam menyentuh bagian ekor gajah, “Gajah bentuknya seperti seutas tali, kok.”

Keenam orang buta itupun kemudian saling berdebat tentang bentuk sesungguhnya seekor gajah. Kaisar dan para menteri pun tidak kuat menahan tawa melihat perdebatan mereka.
Dari kisah ringan di atas, kita harus tahu bahwa pemahaman tentang suatu hal maupun orang lain, tidak bisa hanya di lihat sebelah mata saja. 

Pengenalan yang terbatas dan tidak utuh mengenai sesuatu atau mengenai seseorang dapat menyesatkan atau membingungkan bahwa memberi informasi yang salah kepada orang lain. Begitupun dengan pendapat, setiap orang punya pandangan yang berbeda-beda tentang suatu kondisi. 

Maka dari itu, baiknya kita saling menghargai dan mau memahami tentang pendapat dan pribadi masing-masing.
Gusti mberkahi.
Alkisah dalam sebuah seminar di kampus, seorang perempuan muda tampil berdiri di atas panggung untuk sharing melalui tulisan. Namanya Huang Mei Lian, kelahiran Taiwan. Waktu kecil ia terkena lumpuh otak, karena lahir prematur, kekurangan oksigen dan pendarahan di otak, yang telah merampas keseimbangannya dalam bergerak, serta merampas kemampuannya untuk berbicara.

Namun, ia tidak terkalahkan oleh kesulitan yang dialaminya. Bahkan, dia sangat berani menempuh hidupnya yang penuh ketidakmungkinan. Dengan perjuangan keras, Huang Mei Lian berhasil mendapatkan gelar PhD atau  “Doktor bidang seni” dari sebuah universitas di California, Amerika Serikat. Dia biasa menggunakan tangannya sebagai kuas, dan menggunakan warna-warni ceria dalam lukisannya, yang menyampaikan kepada kita semua, akan “keindahan dan kekuatan alam semesta”, serta makna “kehidupan yang penuh warna”.

Pada sesi Tanya Jawab, seorang mahasiswa mengangkat tangan, mengajukan pertanyaan. “Doktor Huang, Anda dari kecil telah menghadapi keadaan yang begitu sulit. Bagaimana cara Anda menerima diri sendiri? Apakah cacat fisik yang Anda miliki itu, tidak pernah membuat Anda kesal atau menyesali diri?”

Para mahasiswa dan dosen yang hadir di seminar itu terkejut. Mereka khawatir pertanyaan itu akan menyinggung perasaan Huang Mei Lian, serta merasa was was, apakah dia bersedia menjawab pertanyaan tersebut.

“Bagaimana anggapan saya tentang diri saya?” Huang Mei Lian menulis dengan huruf besar dan tegas di papan tulis yang disediakan. Setelah selesai menulis pertanyaan itu, dia berhenti sejenak. Ia menoleh ke belakang, melihat ke arah mahasiswa yang mengajukan pertanyaan tersebut, kemudian tersenyum. Ia membalikkan badan lagi ke arah papan tulis, lalu mulai menuliskan dengan cekatan dan rapi:

- Saya, Huang Mei Lian, imut..
- Kaki saya sangat panjang dan sangat cantik..
- Papa dan mama saya sangat mencintai saya.
- Tuhan sangat mengasihi saya.
- Saya bisa melukis dan lukisan saya disukai banyak orang.
- Saya bisa menulis, yang membuat saya memiliki banyak teman
- Saya mempunyai seekor kucing yang lucu.

Ruangan tersebut hening, tidak ada seorang pun yang berkata-kata. Huang Mei Lian kembali menoleh dan melihat reaksi para pengikut seminar, dan kemudian kembali menghadap papan tulis untuk menambahkan tulisannya sebagai sebuah kesimpulan singkat.
“Saya hanya melihat dan bersyukur pada apa yang saya miliki. Saya tidak melihat dan tidak menyesali apa yang tidak saya miliki.”

Dengan spontan, tepuk tangan yang meriah kemudian bergema di gedung seminar tersebut. Mei Lian membungkukkan badannya di atas panggung. Senyum penuh kebanggaan yang manis dan ceria, terpampang jelas di wajahnya.
Pembaca yang bijaksana,

Sering kali manusia mengukur kebahagiaan dengan cara yang kurang tepat. Kita merasa pantas berbahagia pada saat kita mampu mendapat apa yang kita inginkan. Kadang kita lupa bersyukur dan berbahagia karena apa yang telah kita punya.  Dengan keterbatasan fisik, Huang Mei Lian tidak pernah menyesali yang tidak dipunyai dan selalu bersyukur serta fokus pada apa yang dimiliki. Sungguh sebuah inpirasi yang bijaksana.

Mari, kita selalu mensyukuri, apa pun keadaan kita hari ini. Seperti pepatah Tiongkok kuno mengatakan: "Kelahiranku di dunia ini pasti punya makna.”
Ada seorang pebisnis yang bergerak di bagian penyediaan packaging bernama Pak Johan. Suatu kali, ia mendapatkan proyek packaging sebuah perusahaan alat musik. Untuk menyelesaikan order ini, Pak Johan menggunakan jasa seorang ibu tua dalam proses pelekatan. Karena jumlah order yang masih sedikit, pekerjaan itu dapat dikerjakan di rumah. Di rumah itu jugalah, ibu ini membuka sebuah warung kecil penopang kebutuhan hidup keluarganya.

Setelah berjalan beberapa bulan, order dari perusahaan itu bertambah hingga 10 kali lipat. Ketika melihat prospek ini, sebagai seorang pengusaha, Pak Johan menghadapi sebuah pilihan sulit. Apakah ia harus terus menggunakan jasa dari ibu tua itu dengan bayaran yang lebih tinggi? Ataukah sebaiknya ia membuka sebuah divisi khusus untuk menangani proses pelekatan?

Jika dipertimbangkan dari prinsip ekonomis, tentu saja kerjasama dengan ibu ini harus berakhir. Namun, keputusan yang diambil oleh Pak Johan benar-benar diluar dugaan semua orang. Ia memutuskan melatih ibu ini untuk mengepalai divisi khusus bidang pelekatan yang dibuatnya, dimana ia sendiri turun tangan dalam merekrut dan melatih para ibu tetangga dari ibu tua ini yang mau memiliki penghasilan tambahan. Saat ini, selain rutin menerima order dari perusahaan Pak Johan, kelompok ibu-ibu ini juga sering menerima order dari luar yang tentu saja meningkatkan taraf hidup keluarga mereka.

Saudaraku, mungkin menurut Anda apa yang dilakukan oleh Pak Johan itu keputusan yang merugikan. Untuk apa seorang pengusaha seperti Pak Johan harus repot membentuk divisi yang beranggotakan ibu-ibu yang belum memiliki skill, bahkan melatih mereka dengan sukarela?

Bagi Pak Johan, keuntungan yang ia dapat dari order tersebut tidaklah sebanding nilainya dibandingkan kesempatan untuk membantu kehidupan para ibu tersebut. Ia memilih menjadi berkat bagi sesamanya. Seringkali, apa yang Anda lihat sebagai hal yang tidak berguna sesungguhnya harta karun yang tidak ternilai harganya bagi orang lain

Gusti mberkahi.