Kata-kata orang lain sering menjadi panduan individu tertentu untuk melangkah. Apa kata orang lain bahkan sering juga membuat kita ingin menghentikan langkah yang sudah kita bangun, karena kita tidak enak hati dengan orang lain.
Kita memang tidak mungkin hidup sendiri tanpa orang lain. Karena itu, saat orang lain menjadi acuan adalah hal yang wajar, karena kita hidup sebagai makhluk sosial. Selain itu, kita juga dididik untuk bertoleransi serta menyenangkan orang lain. Sayang, ada yang kemudian menekankan dengan cara yang salah, yaitu kemudian malah menekan keinginan kita, hanya karena tidak ingin orang lain menjadi tidak nyaman.
Kadang kita dilarang bicara tegas pada orang yang kita tidak sukai, karena takut orang itu sakit hati. Kita dilarang menolak permintaan orang lain, karena itu tandanya kita bukan individu yang baik.
Mitos-mitos tentang bagaimana berhadapan dan bersikap pada orang lain dengan mengenyahkankan keinginan dan kenyaman pribadi, pada akhirnya membuat kita bukan menjadi pribadi yang bertoleransi, tapi menjadikan kita pribadi yang takut bersikap. Salah satu sikap yang banyak terjadi adalah dengan selalu memikirkan apa kata orang lain.
Mendengarkan apa kata orang lain tentu saja baik, jika yang kita dengarkan adalah kalimat yang keluar dari orang yang baik. Tapi mendengarkan apa kata orang lain, hanya karena ukuran mereka adalah standar lingkungan tempat mereka berada, sedang kita ingin mengubah lingkungan itu, tentu mendengarkan dalam hal ini akan menjadi tidak baik.
Ilmuwan dan sastrawan Jerman, Johann Wolfgang Van Goethe mengatakan bahwa hal-hal yang paling penting seharusnya tidak pernah dikalahkan oleh hal-hal yang sebenarnya adalah masalah kecil. Jika apa yang dikatakan orang lain menurut kita adalah sesuatu yang kecil, sedang mimpi kita jauh lebih besar, harusnya kita "tutup telinga" dan terus melaju. Beberapa hal di bawah ini bisa kita lakukan agar kita terhindar dari terlalu fokus pada mendengarkan apa kata orang lain:
1. It’s My Life
Kalimat tersebut kedengarannya memang sedikit egois. Tapi, inilah hidup kita. Kita tahu betul mana yang baik dan mana yang benar. Langkah-langkah kita sudah kita prediksi sebelumnya dan jika kita salah, kita sendiri yang juga akan menanggungnya. It’s my life, meyakini bahwa kita sudah melakukan yang terbaik tentu saja membuat kita paham bahwa apa yang kita lakukan benar. Dan benar itu artinya hasil dari introspeksi panjang yang sudah kita lakukan, tidak asal bersikap saja.
Kalimat tersebut kedengarannya memang sedikit egois. Tapi, inilah hidup kita. Kita tahu betul mana yang baik dan mana yang benar. Langkah-langkah kita sudah kita prediksi sebelumnya dan jika kita salah, kita sendiri yang juga akan menanggungnya. It’s my life, meyakini bahwa kita sudah melakukan yang terbaik tentu saja membuat kita paham bahwa apa yang kita lakukan benar. Dan benar itu artinya hasil dari introspeksi panjang yang sudah kita lakukan, tidak asal bersikap saja.
"Ini hidupku," tentunya bukan hanya sebagai jargon, tapi harus benar-benar memahami jika yang kita jalani adalah bagian dari mimpi kita. Jika kita berhak melakukan apa pun dengan hidup kita, harusnya kita juga menyeimbangkan dengan pemahaman bahwa kalimat di atas akan efektif untuk diri kita dan orang banyak, bila kita melakukan hal yang sifatnya positif.
Tentunya kita juga harus menyadari bahwa semakin dewasa kita itu artinya semakin dewasa juga dalam bersikap dan bertindak. Tindakan it’s my life yang orang dewasa lakukan tentunya berbeda dengan apa yang anak baru beranjak remaja lakukan.
2. Kita Diperhatikan
Seorang membicarakan kita—entah itu di belakang kita atau justru di depan kita—itu artinya satu, mereka memperhatikan kita. Sedemikian perhatiannya mereka pada kita hingga titik terkecil dari diri kita juga mereka perhatikan. Bukankah itu sesuatu yang menyenangkan untuk kita? Mereka akan membicarakan keburukan kita dan kita yang tanggap bisa introspeksi lalu mengubah segala yang buruk menjadi baik.
Seorang membicarakan kita—entah itu di belakang kita atau justru di depan kita—itu artinya satu, mereka memperhatikan kita. Sedemikian perhatiannya mereka pada kita hingga titik terkecil dari diri kita juga mereka perhatikan. Bukankah itu sesuatu yang menyenangkan untuk kita? Mereka akan membicarakan keburukan kita dan kita yang tanggap bisa introspeksi lalu mengubah segala yang buruk menjadi baik.
Mereka membicarakan mimpi konyol kita, bukankah itu juga sebuah teguran yang membuat kita bisa merenung? Merenungi apakah mimpi kita benar-benar konyol? Atau mereka yang menganggap konyol itu yang tidak paham makna sebuah mimpi yang sedang kita jalankan?
Ingat baik-baik, kita sedang diperhatikan. Dan bersyukurlah ada seseorang yang mau mengurusi hal-hal kecil dari diri kita.
3. Mimpi Besar Lazim Dapat Hambatan
Setiap yang besar berawal dari yang kecil. Sesuatu yang ingin menjadi besar pasti melewati banyak hal menyakitkan yang justru menguatkannya untuk semakin kokoh ketika menjadi besar.
Setiap yang besar berawal dari yang kecil. Sesuatu yang ingin menjadi besar pasti melewati banyak hal menyakitkan yang justru menguatkannya untuk semakin kokoh ketika menjadi besar.
Hukum alam di dunia ini sama. Semua cita-cita luhur akan mendapat tantangan dari orang yang tidak percaya, dan semua mimpi besar pasti akan dikecilkan. Tidak ada yang instan di dunia ini. Bahkan seorang Bill Gates yang sukses tidak ingin mewariskan hartanya yang berlimpah pada anak-anaknya dengan alasan bahwa ia tidak ingin memberi sukses yang instan pada mereka.
Jika kita ingin seperti pohon besar, maka ciptakan sesuatu yang berbeda. Perkataan orang lain itu—perkataan negatif khususnya—diubah saja dalam benak kita menjadi sesuatu yang lain. Bila kita dikatakan pemimpi, ubah kalimat itu di benak kita menjadi sebuah pujian bahwa mereka sedang memuji kita. Dengan begitu kita terus bergairah untuk mewujudkan mimpi kita.
4. Mereka Menunjukkan Jalan yang Harus Kita Tuju
Kadang kita tidak menyadari bahwa orang yang membicarakan kita sebenarnya sedang menunjukkan tempat yang bisa kita tuju. Seringnya juga karena kita terlalu egois, kita tidak memahami apa makna kalimat mereka.
Kadang kita tidak menyadari bahwa orang yang membicarakan kita sebenarnya sedang menunjukkan tempat yang bisa kita tuju. Seringnya juga karena kita terlalu egois, kita tidak memahami apa makna kalimat mereka.
Biasanya seorang yang bicara pada kita akan mengatakan, seharusnya begini bukan begitu. Kita yang terburu emosi menganggap mereka tidak mendukung kita. Kita sudah antipati terlebih dahulu, padahal bisa jadi mereka mengatakan hal itu karena memang mereka sudah berpengalaman, atau mereka mendengar pengalaman dari orang lain. Saring saja baik-baik apa yang mereka katakan dan telaah dengan lebih jeli lagi. Nanti kita akan bisa mendapatkan pemahaman baru tentang jalan mana yang harusnya kita tempuh.
5. Sampai Di Mana Tingkat Egoisme Kita?
Apa kata orang lain tentang kita, apa yang kita rasakan tentang diri kita sendiri adalah kesatuan utuh yang tidak bisa dipisahkan. Orang dekat melihat kita sebagaimana kita adanya, melalui cara kita berinteraksi dengan mereka. Jadi bila mereka membicarakan kita, apalagi di depan kita, maka bukalah telinga kita. Bisa jadi mereka ingin membuat kita lebih baik, atau mereka terlalu melindungi kita sehingga mereka takut kalau-kalau kita melakukan kesalahan.
Apa kata orang lain tentang kita, apa yang kita rasakan tentang diri kita sendiri adalah kesatuan utuh yang tidak bisa dipisahkan. Orang dekat melihat kita sebagaimana kita adanya, melalui cara kita berinteraksi dengan mereka. Jadi bila mereka membicarakan kita, apalagi di depan kita, maka bukalah telinga kita. Bisa jadi mereka ingin membuat kita lebih baik, atau mereka terlalu melindungi kita sehingga mereka takut kalau-kalau kita melakukan kesalahan.
6. Panglima Terakhir Adalah Hati Nurani
Jika apa yang dikatakan orang lain begitu memusingkan kepala kita, sedang kita sendiri belum paham apa yang seharusnya kita lakukan, maka jalan terbaik yang harus kita lakukan adalah dengan mendengarkan apa kata hati nurani.
Jika apa yang dikatakan orang lain begitu memusingkan kepala kita, sedang kita sendiri belum paham apa yang seharusnya kita lakukan, maka jalan terbaik yang harus kita lakukan adalah dengan mendengarkan apa kata hati nurani.
Hati nurani menjadi panglima kita yang terakhir, penunjuk kebenaran. Tentunya hati nurani ini bisa berfungsi sempurna bila kita sendiri sering menggunakannya. Sering-seringlah melakukan perenungan dan introspeksi diri sehingga hati nurani kita menjadi jernih dan bisa menuntun kita ke arah yang paling baik.
0 komentar:
Post a Comment