SANTUNAN UNTUK PAK MASINIS tragedi BINTARO


19 Oktober 1987, Bintaro 32 tahun silam, dunia perkeretaapian di Tanah Air mengalami duka mendalam. Kecelakaan terbesar sepanjang sejarah kereta api terjadi. Tragedi Bintaro.

Siang itu kereta api jurusan Rangkasbitung - Jakarta KA 225 dan kereta api KA 220 jurusan Tanah Abang-Merak bertabrakan frontal di Bintaro.

Sedikitnya 156 penumpang tewas di tempat dan beberapa di rumah sakit. Dua loko yang beradu dalam kecepatan tinggi melesak ke bekakang menghantam balik gerbong di belakangnya. Banyak penumpang terjepit. Upaya pertolongan pun memakan waktu lama karena parahnya kondisi jepitan gerbong.
Itu adalah kecelakaan terbesar sepanjang sejarah kereta api di Indonesia, hingga kini.

Waktu itu kereta api menjadi andalan transportasi dan banyak warga Merak atau Rangkasbitung mengadu nasib di ibukota Jakarta. Dengan kondisi kereta api waktu itu yang tanpa mesin pendingan, tetap menjadi pilihan karena transportasi darat lain masih terbatas.

Kecelakaan itu pun melumpuhkan perjalanan antara daerah-daerah tersebut selama beberapa hari.

Dari pemantauan jurnalis ada sejumlah warga asal Semarang dan beberapa kota Jateng yang merantau dan ikut menjadi korban. Selebihnya warga lokal.

Peristiwa ini menjadi berita headline selama beberapa hari di surat kabar dan televisi.
Hingga kini masih menyisikan luka mendalam. Dan kisah pilu itu dialami masinis KA 225, Slamet Suradio yang dituduh menjadi kambing hitam kecelakaan. Ia dituduh melaju tanpa adanya Surat Pemberitahuan Tentang Persilangan). Padahal ia telah berhenti di Sudimara namun malah disuruh berjalan  oleh PPKA dan ia sudah tak bisa menahan laju ketika melihat di arah depan di jalur yang sama datang KA 220.

Di persidangan dipaksa mengakui salah. Hidupnya diteror para petinggi KA. Ia dituduh lari, padahal ia terpental dan berdarah darah. Selepas dari penjara 3 tahun istrinya diketahui diserobot sesama masinis. Pensiunpun hilang. Ia pun terlunta di Stasiun Kutoarjo berjualan rokok.

Namun di hari tuanya yang terlunta, kelompok pemerhati sejarah kisah tanah jaea dan masyarakat rela hati menyumbang dana Rp 175 juta dan angka itu jauh dari perkiraan sebelumnya. Mungkin juga nilainya jauh lebih besar dari dana pensiun yang semestinya ia terima.

0 komentar:

Post a Comment