Alkisah, di sebuah lahan pertanian ada dua ekor kuda. Dari kejauhan, kedua kuda itu tampak seperti kuda-kuda lainnya. Tetapi jika kita melihatnya lebih dekat, kita baru akan memperhatikan sesuatu yang sungguh menarik.
Salah satu kuda itu ternyata buta. Pemiliknya memilih untuk tidak mematikannya, tapi menyediakan baginya sebuah kandang yang nyaman dan aman untuk ditinggali. Satu hal itu saja sudah sangat menakjubkan.
Namun jika kita berdiri di dekat kuda-kuda itu dan mendengarkan dengan saksama, kita akan mendengar suara denting sebuah lonceng. Bunyi itu datang dari seekor kuda yang bertubuh lebih kecil.
Pada tali leher kuda itu terikat sebuah lonceng kecil berwarna perunggu. Bunyi lonceng itu menjadi petunjuk bagi temannya yang buta untuk mengetahui keberadaan kuda lainnya, sehingga ia bisa mengikuti langkahnya.
Jika kita berdiri lebih lama di situ dan mencoba mengamati kedua kuda yang saling berteman ini, kita akan melihat bahwa kuda berlonceng itu selalu menoleh ke belakang, ke kuda yang buta itu. Memastikan kuda buta itu mendengar bunyi loncengnya dan lalu berjalan pelan ke tempat kuda berlonceng berada. Seolah si kuda buta begitu mempercayai arahan temannya itu yang tidak akan menyesatkannya.
Ketika si kuda berlonceng itu bergerak menuju kandangnya setiap sore, ia sebentar-sebentar akan berhenti untuk menoleh ke belakang, memastikan teman butanya tidak terlalu jauh tertinggal di belakang untuk bisa mendengarkan suara lonceng itu.
Seperti pemilik kedua kuda itu, Sang Maha Pencipta juga tidak akan pernah membiarkan kita begitu saja. Ia selalu mengawasi kita dan bahkan menempatkan orang lain dalam hidup kita untuk menolong kita ketika kita membutuhkannya.
Terkadang kita seperti si kuda buta dalam cerita di atas, yang dituntun oleh lonceng kecil yang berdentang dari orang-orang yang ditempatkan Sang Maha Pencipta dalam kehidupan kita. Di waktu yang lain, kitalah si kuda penuntun yang membimbing orang lain menemukan jalan yang benar.
Gusti mberkahi.
0 komentar:
Post a Comment