Tidak lagi terlena dan terpenjara dengan kemahsyuran sumber daya alam Indonesia yang berlimpah. Bangsa ini tidak hanya dibentuk oleh alam, namun juga oleh kehebatan sumber daya manusia yang belum teroptimalkan. Telah banyak fakta ditorehkan anak negeri akan prestasi dan kesuksesan persaingan di dunia internasional. Salah satunya tahun ini datang dari kakak beradik, Arfian Fuadi (28) dan Arie Kurniawan (23).
Melalui ajang bergengsi yang diadakan oleh General Electric (GE)--perusahaan internasional yang berpusat di Amerika, Arfian dan Arie berhasil merebut juara pertama dalam “3D Printing Challenge” tahun 2014. Hal yang tergolong mengejutkan, mengingat bahwa kompetisi ini diikuti oleh hampir seluruh insiyur terkemuka dengan berbagai latar belakang hebat di dunia pendidikan.
Pemuda asal Salatiga, Jawa Tengah ini, berhasil menaklukkan persaingan dari 700 karya yang berasal dari lebih 50 negara di dunia. Keduanya mempertunjukkan karya luar biasa dengan mendesain Jet Engine Bracket sebagai salah satu komponen mengangkat mesin pesawat terbang, dengan keunggulan memangkas berat komponennya 84 persen lebih ringan dari berat prototipe sebesar 2 kilogram, atau hanya sebesar 327 gram. Posisi kedua ditempati oleh seorang insiyur Swedia yang bergelar Ph.D (baca: setingkat S3), sedangkan di posisi ketiga adalah lulusan dari Oxford University, yang notabene satu universitas terbaik di dunia.
Arfian dan Arie "hanya" lulusan SMA serta SMK di Jawa Tengah. Keinginannya melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi harus terkubur karena biaya dan sulitnya persaingan masuk perguruan tinggi negeri yang lebih murah dari universitas swasta di Jawa Tengah. Sebelum menggeluti bidang Design Engineering, sehari-hari keduanya melakukan pekerjaan serabutan mulai menjadi tukang bengkel hingga berjualan susu keliling desa.
Sang kakak, Arfian yang pertama kali tertarik pada bidang yang senyatanya sukar jika tidak memiliki keahlian khusus. Komputer pertama yang mereka beli adalah hasil dari keringat dan tabungan berbulan-bulan bekerja. Keduanya belajar secara otodidak dan terus berlatih dengan giat. Di tahun 2009, barulah mereka beranikan diri untuk membangun suatu wirausaha di bidang jasa design engineering, dengan nama D’Tech.
Permintaan pertama jasa mereka datang dari pengusaha asal Jerman untuk membuat sebuah desain jarum dengan bayaran USD 10 per set. Tawaran tersebut datang dari usaha marketing mereka di dunia maya dan aktif dalam bidang 3D design engineering. Hasil yang memuaskan konsumennya, membuat kedua pemuda ini kebanjiran pesanan dari luar negeri.
Pengalaman inilah yang memberanikan mereka untuk mengikuti sebuah ajang kompetisi internasional yang semakin melambungkan nama mereka, membanggakan nama bangsa, serta membuka mata kita semua akan betapa besarnya potensi anak negeri ini.
Sumber : Andriewongso.com
0 komentar:
Post a Comment