Sudut Pandang Positif


Alkisah, ada pasangan muda yang baru saja menikah dan pindah rumah. Mereka tinggal di sebuah kompleks perumahan yang cukup asri dengan tetangga yang ramah satu sama lainnya. Beberapa bulan menempati rumah baru tersebut, mereka sudah cukup akrab dengan tetangga kiri kanan.

Suatu kali, sang istri menengok dari balik jendela samping ke rumah tetangganya. Kebetulan, pagi itu si tetangga sedang menjemur baju. Saat itu, ia sedang menyiapkan sarapan suaminya. Tiba-tiba, sang istri berkata, “Ayah, lihatlah tetangga kita. Mereka orangnya baik. Tapi sayangnya kurang bersih saat mencuci pakaian ya..”

Sang suami hanya tersenyum. Ia tidak menanggapi omongan istrinya itu.

Namun, di pagi hari berikutnya, istrinya terus-menerus memberikan komentar yang senada. Bahkan, hingga seminggu kemudian, komentarnya bertambah pedas. “Aku lihat, makin hari malah makin tambah kurang bersih saja cucian mereka. Kita harus memberi tahu mereka, menunjukkan bahwa kita ini tetangga baru yang baik dan peduli.”

Sang suami kembali hanya tersenyum. Namun, kali ini ia berujar pendek. “Nanti lihat saja saatnya.”

Di akhir minggu, saat mereka libur, sang suami tampak bangun lebih pagi dari biasanya, mendahului istrinya.

Saat bangun, sang istri setengah terkejut. Tidak biasanya sang suami bangun mendahuluinya, apalagi di hari libur. “Ada apa suamiku? Apa ada pekerjaan kantor yang kamu bawa sampai hari libur saja masih harus bangun pagi-pagi?” tanya sang istri.

Suaminya hanya tersenyum. Dan, seperti biasa, kemudian percakapan terjadi di ruang makan. Namun, kali ini sang istri berkomentar dengan nada yang jauh lebih menyenangkan. “Wah… akhirnya ada juga yang memberi tahu tetangga kita ya. Cucian mereka tampak lebih bersih dan rapi. Warnanya baju-bajunya bahkan terlihat sangat cemerlang. Apakah engkau tadi pagi yang akhirnya memberi tahu mereka agar bisa mencuci sebersih diriku? Pasti kamu juga tidak tahan dengan kondisi cucian mereka sehingga memutuskan memberi tahu langsung. Betul?” sahut sang istri.

“Sebenarnya, tak ada yang memberi tahu mereka apa pun. Aku tadi pagi hanya bangun lebih pagi untuk membersihkan kaca jendela kita sendiri,” sebut sang suami. dengan bijak

Sang istri tampak kaget dan sedikit malu.

“Istriku… aku tahu dirimu bermaksud baik. Tapi, cobalah lihat lagi lebih saksama. Kadang memang kita melihat semut di kejauhan, tapi gajah di depan mata tak tampak. Sering kali kita melihat orang lain, padahal sebenarnya yang lebih perlu kita perhatikan adalah apa yang ada pada diri kita. Semoga ini menjadi pelajaran bagi kamu dan kita bersama, untuk mau mengubah sudut pandang saat melihat apa yang kita anggap kurang dari orang lain.”

0 komentar:

Post a Comment