Dalam berbagai kesempatan, saya selalu menekankan pentingnya berbuat, bekerja, dan bertindak dengan baik, benar, jujur, dan halal. Sebab, bagi saya, inilah sumber kebahagiaan sebenarnya. Yakni, berbuat yang bermanfaat untuk diri sendiri, namun juga memberi keberkahan bagi orang lain. Dengan pola pikir yang semacam ini, apa pun yang kita dapat, apa pun yang kita capai, kita sudah menjadi “pemenang”. Kita sudah menjadi orang yang sukses dan menyukseskan. Sehingga, setiap karya, akan selalu penuh makna. Setiap kerja, akan selalu memberi ketenangan pikiran dan jiwa.
Bisa dibayangkan, jika kita semua mampu berkarya dengan pola pikir dan tindakan semacam itu, betapa harmonis dan indahnya kehidupan. Dan saya pun yakin, hal yang dihasilkan pun tak akan lekang dimakan zaman. Perhatikan karya-karya besar dari berbagai penemu, pekerja seni, hingga tokoh bangsa. Mereka yang bekerja dengan baik, benar, jujur, dan halal, meninggalkan nama harum yang terus dikenang sepanjang masa.
Saya teringat sebuah ungkapan dalam bahasa Jawa: leres, laras, liris, lurus, laris. Secara arti harfiah, ini berarti benar, serasi, penuh perasaan, lurus, dan cepat laku. Dalam berbagai konteks kehidupan, serangkaian kata tersebut adalah “satu kesatuan” yang akan mengantarkan seseorang menjadi manusia seutuhnya.
Leres atau benar akan menjadikan seseorang mampu bertindak dan berbuat berdasarkan etika dan norma yang berlaku. Dengan cara tersebut, ia akan menjadi orang yang disegani dan dihormati, namun sekaligus mampu pula memanusiakan insan lainnya.
Laras atau serasi, akan membuat orang selalu berusaha menemukan titik keseimbangan dalam hidupnya. Ia akan menjadi orang yang menjaga harmonisasi dengan orang lain agar selalu menjadikan hidupnya penuh keberkahan.
Liris atau penuh perasaan akan membuat orang yang menjalaninya selalu memiliki multi sudut pandang. Dalam bersikap dan bertindak, ia akan memiliki empati yang tinggi sekaligus simpati yang membuat hidup diri dan sekelilingnya berjalan dengan penuh kebaikan.
Lurus adalah sikap taat pada apa yang menjadi nilai kebenaran. Jiwa, pikiran, sekaligus tindakan yang lurus akan membuat seseorang menjadi orang yang bermartabat serta dapat menjaga integritasnya.
Laris atau cepat laku adalah nilai “sebab akibat” yang timbul dari perbuatan baik, benar, jujur, dan halal yang dilakukannya. Semakin terpercaya, semakin mampu menjadi insan yang leres, laras, liris, dan lurus, biasanya orang ini akan menjadi “tumpuan” bagi banyak orang. Ia akan selalu diandalkan dalam berbagai segi kehidupan. Sehingga, hidupnya pun—secara otomatis—akan penuh keberkahan.
Inilah nilai-nilai adiluhur yang sudah sepantasnya menjadi “bekal” bagi kita semua untuk meraih kebahagiaan yang “sempurna”. Yakni, kebahagiaan yang bisa dirasakan oleh diri sendiri, dan sekaligus kebahagiaan yang mampu membuat banyak orang turut merasakan kegembiraan di dalamnya.
Pertanyaannya, nilai seperti apakah yang sedang kita junjung dan lihat belakangan ini? Memang, tak ada manusia yang 100% sempurna alias 100% hidupnya tanpa cela. Tapi, sebenarnya, justru dari ketidaksempurnaan tersebut, kalau kita mau terus “berkaca”, kita akan selalu mampu menjadi manusia pembelajar yang dapat membawa perubahan menuju kebaikan. Kalau bukan diri kita sendiri, siapa lagi yang harus memulainya? Mari, daripada mencela berbagai keburukan yang terjadi, lebih baik “menyalakan lilin terang” untuk memperbaiki diri. Sehingga, pelan tapi pasti, harapan perbaikan untuk kehidupan akan menjadi kenyataan. Dan ketika saatnya tiba, kebahagiaan akan jadi milik kita semua.
Gusti mberkahi.
0 komentar:
Post a Comment