BELAJAR MENCANGKUL


Seorang anak kecil sedang belajar mencangkul di sawah milik ayahnya. Tangan-tangan kecilnya memerah karena berusaha mengangkat cangkul yang berat. Melihat anaknya kesusahan, lalu sang ayah memberi cangkul yang kecil kepada ayahnya. Nampaknya sang anak protes dengan pemberian ayahnya.

“Ayah, mengapa aku hanya mendapatkan cangkul yang kecil? Aku ingin cangkul yang besar agar bisa menggarap sawah ini dengan lebih cepat.”

“Pada saatnya nanti kau akan memegang cangkul yang besar, jika sekarang ayah memberimu cangkul yang besar, maka kau akan kelelahan dan tidak bisa bekerja dengan baik. Selain itu tanganmu juga akan kesakitan. Percayalah kepada ayahmu.”

Dari ilustrasi di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa sang ayah mengetahui apa yang terbaik untuk anaknya. Terkadang sang anak ingin bekerja dan mengambil bagian lebih banyak, namun ayahnya mengetahui seberapa besar kemampuan yang dimiliki oleh anaknya.

Tanpa kita sadari, saat ini kita sedang berada di ladangnya Tuhan. Kita sudah mulai belajar “mencangkul”. Jangan serakah dan jangan tergesa-gesa, karena Allah sudah menyediakan “cangkul” yang sesuai dengan kita. Dengan “cangkul” yang kecil pun, kita akan mampu menggarap ladang yang besar. Semua itu hanya ditentukan oleh ketekunan.

Jangan pernah bermimpi untuk mengejar hal besar jika kita tidak bisa mengerjakan hal kecil. Jangan malu dengan pekerjaan yang sedang kita lakukan saat ini karena pada saatnya nanti Tuhan akan mengganti “cangkul kecil” kita dengan “cangkul besar”.

Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkarabesar.

0 komentar:

Post a Comment