Ayah, ayah … Aku tidak mau membantu ibu membersihkan rumah lagi. Aku mau bermain saja. Teman-temanku semuanya punya pembantu.” Ayah hanya tersenyum dan mengelus kepala putri mungilnya dengan lembut. “Ayo ikut ayah, ayah akan menunjukkan sesuatu.”
Mereka pun akhirnya sampai di depan sebuah jalan setapak dengan pohon-pohon lebat di kanan kirinya. Mereka mulai berjalan masuk ke jalan setapak itu. Jalan itu berlubang dan penuh lumpur. Sesekali mereka harus menyingkirkan semak-semak duri dan pohon-pohon kering yang tumbang untuk dapat lewat. Belum lagi banyak nyamuk dan serangga lainnya. “Ayah! mau kemana kita?? Lihat sepatuku jadi kotor.” Ayah hanya diam dan terus menggandeng putrinya.
Mereka pun akhirnya sampai ke sebuah telaga berwarna biru terang dengan padang rumput serta aneka warna bunga dan pepohonan rindang, “Waaaah… tempat apa ini ayah? Indah sekali! Aku suka! Aku suka tempat ini!”
Ayah kemudian duduk di bawah pohon, “Kemarilah, ayo duduk di samping ayah.” Dengan bersemangat, gadis itu duduk di samping ayahnya. ”Anakku, tahukah kau mengapa di sini sangat sepi? Padahal tempat ini begitu indah?” tanya ayah. ”Mungkin karena tidak ada orang yang tahu tempat ini?” jawab gadis itu kebingungan. ”Bukan, banyak orang tahu tempat ini, namun tidak banyak orang yang mau melewati jalan yang tadi.”
***
Sama juga dengan hidup kita. Seringkali kita tidak mau melewati jalan setapak yang sempit serta penuh lubang itu. Kita mau langsung sampai di padang rumput yang indah. Kita lelah dengan setiap proses. Kita tidak mau ada ujian yang merepotkan.
Padahal, saat kita sudah berhasil melewati proses dan ujian tersebut, keberhasilan dapat kita peroleh. Saat karakter kita sudah teruji baik di hadapan Tuhan, keberhasilan akan menjadi milik kita.
Karakter adalah fondasi dari semua keberhasilan hidup kita. Jika tidak demikian, maka keberhasilan kita akan menjadi keberhasilan yang semu serta bertahan sesaat saja.
Gusti mberkahi.
0 komentar:
Post a Comment