Pada awal abad ke-20, hiduplah seorang pemuda yang rajin dan tak kenal menyerah. Sekalipun ia lahir dari pasangan petani yang kurang mampu di pedalaman Missouri, keinginannya untuk melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi tak pernah padam.
Semasa ia kuliah, ia selalu bangun jam 4 pagi untuk memerah sapi milik ayahnya dan kemudian berangkat ke kampusnya di kota Warrensburg yang berjarak 5 kilometer jauhnya.
Ia bukanlah pemuda dengan kemampuan yang menonjol. Ia pernah mencoba bergabung di klub sepakbola namun ia ditolak. Sekalipun ia pemuda yang rajin dan ulet, ia masih memiliki rasa rendah diri.
Suatu ketika, sang ibu memotivasi pemuda ini untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Ia pernah mencoba menjadi seorang aktor dan belajar public speaking (berbicara di depan umum), namun ia mengalami berbagai kegagalan hingga ia menjadi pengangguran dan hampir bangkrut.
Keadaannya saat itu seperti tulang-tulang kering yang seolah-olah tidak memiliki pengharapan lagi untuk bisa dibangkitkan. Namun di masa suram yang ia alami dalam hidupnya, ia tetap bertahan dan mencoba bangkit kembali.
Semangat hidupnya inilah yang membuatnya bangkit kembali dengan kepercayaan bahwa ia bisa melakukan hal yang besar. Sekalipun pernah gagal dalam public speaking, ia mampu meyakinkan seorang manajer untuk mengijinkannya mengajar di sebuah kelas training dengan pengembalian profit 80%. Pemuda ini adalah Dale Carnegie.
Sejak saat itu, ia memberikan banyak pelatihan pengembangan diri bagi orang-orang Amerika. Pada tahun 1914, ia telah menghasilkan keuntungan 500 dolar Amerika per minggunya (atau sekitar 10.000 dolar Amerika untuk ukuran saat ini).
“Seorang yang sukses adalah seorang yang mendapatkan keuntungan dari kesalahan-kesalahannya dan mencoba lagi dengan cara yang berbeda.” – Dale Carnegie.
Kegagalan bukanlah sebuah titik akhir bagi hidup kita. Respon kita terhadap kegagalan mempengaruhi hasil akhir yang akan kita terima.
Gusti mberkahi.
0 komentar:
Post a Comment