Surat Sahabat

Alkisah, siang yang terik di sebuah perempatan jalan raya sebuah kota besar. Putra yang sedang berkendara, melihat lampu diperempatan jalan berubah dari kuning ke merah. Bukannya melambatkan laju mobilnya, dia malah ’tancap’ gas. Ia tahu, lampu merah di persimpangan itu biasanya menyala cukup lama. Keengganannya menunggu membuatnya nekad menerobos lampu lalu lintas.

Pelanggaran yang dilakukan pun segera menuai reaksi dan terdengar suara peluit keras sekali.  “Priiiiiiitttt!” Seorang polisi melambaikan tangan memintanya berhenti. Dengan hati mengumpat jengkel, Putra menepikan kendaraannya. Dari kaca spion, ia memperhatikan polisi yang mendatanginya. Wajahnya familiar.

“Ah, itu kan Andi, teman SMA-ku dulu!” Putera merasa lega, segera turun dari mobil dan menyambut Andi layaknya teman lama. “Hai, Andi. Apa kabar? Senang sekali bisa ketemu kamu lagi! Maaf nih, karena lagi buru-buru, aku terpaksa menerobos lampu merah.”

“Halo Putra,” sapa Andi. Namun, dengan wajah serius dan tanpa senyuman di wajahnya. “Aku mengerti. Tapi Put, jujur aja, kami sering memperhatikan kamu melanggar lampu merah di persimpangan ini.”

“Oh ya?” Putra memasang tampang kurang senang. “Kalau begitu, silakan tilang saja!” Dengan kasar, Putra menyerahkan SIM-nya kepada Andi dan masuk ke mobilnya sambil membanting pintu. Melalui sudut matanya, Putra memperhatikan Andi menulis. Hatinya jengkel, mengingat perlakuan teman lamanya yang dirasanya kurang simpatik itu.

Tak lama, Andi menghampiri mobil Putra dan Putra pun menurunkan kaca jendela sedikit, mengambil kertas yang diselipkan melalui celah sempit itu, dan melemparnya begitu saja ke atas dashboard mobil. Andi sempat tertegun melihat kelakuan teman lamanya itu.

Setelah tiba di tempat tujuan, sebelum turun dari mobil, Putra mengambil kertas dari Andi. Tiba-tiba, ia menyadari SIM-nya terselip di situ. Dan kertas yang dikiranya surat tilang ternyata adalah secarik surat untuknya.

Sambil terheran-heran, ia segera membaca isi surat Andi.

“Putra, mungkin kamu masih jengkel ya.  Aku mau berbagi cerita.  Dulu, aku punya seorang anak perempuan. Sayangnya, dia meninggal, tertabrak seorang pengemudi yang ngebut menerobos lampu merah. Orang itu dipenjara selama beberapa bulan dan setelah masa tahanannya berakhir, ia bisa bertemu dan memeluk anak-anaknya lagi. Sedangkan, anakku satu-satunya sudah tiada. Mungkin kamu berpikir pelanggaran lalu lintas sebagai hal remeh. Namun bagiku, pelanggaran semacam ini adalah hal besar yang mempengaruhi seluruh kehidupanku. Aku harap kamu berhati-hati dalam berkendara. Semoga selamat sampai di tujuan. Salam, Andi.”

Putera terhenyak. Matanya berkaca-kaca, ada rasa sedih dan sesal di situ. Ia berjanji dalam hati akan meminta maaf kepada Andi dan sejak saat itu akan berhati-hati dalam berkendara.

Sering kali ketidak hati-hatian kita dalam bersikap bisa menyebabkan celaka bagi orang lain. Saat itu terjadi, yang tersisa hanyalah kesedihan dan penyesalan. Mari tingkatkan kewaspadaan kita dan lebih berhati-hati dalam bersikap, untuk menghargai kehidupan kita sendiri dan orang lain.

0 komentar:

Post a Comment