Semasa kecil, Lee hidup miskin. Ia lahir di Osaka, Jepang, 19 Desember 1941. Ia anak kelima dari tujuh anak (empat putra dan tiga putri). Pada tahun 1945, setelah Korsel lepas dari penjajahan Jepang, keluarganya pindah ke kota Pohang. Dalam perjalanan, kapal yang mereka tumpangi tenggelam. Semua penumpang selamat, tetapi barang-barang bawaan tenggelam. Sesampainya di Pohang yang kini dijuluki sebagai kota baja, keluarga Lee harus berjuang.
Pernah, di masa kecil, Lee terpaksa berkeliling menjajakan kue dan es. Ini tidak cukup. Keluarga Lee terpaksa makan ampas dari perusahaan pengolahan biji-bijian yang diproses untuk membuat minuman alkohol. Bahan alkohol di makanan ampas itu membuat wajah Lee sering memerah. Pernah, gurunya menyangka ia adalah anak nakal yang candu alkohol.
“Kemiskinan melilit keluarga kami hingga saya berusia 20 tahun,” kata Lee. Lee terancam tak bisa sekolah. Ia meyakinkan ayahnya bisa meraih beasiswa. Lee memang selalu juara satu di SMA di Pohang. Di kota ini dua saudaranya tewas akibat pengeboman tentara AS selama perang Korea.
Kepahitan hidup di Pohang membuat keluarga Lee berangkat ke Seoul pada tahun 1959. Keadaan tidak kunjung berubah pula. Ibunya menjual sayur di kaki lima. Lee jadi kuli bangunan. Namun, otak yang encer membuat Lee bisa masuk Universitas Korea. Biaya kuliah ia dapat dari pekerjaan menyapu jalanan. Di universitas ia berusaha meraih beasiswa. Minatnya pada politik sudah terlihat ketika terpilih sebagai ketua dewan mahasiswa.
Lee menarik perhatian Chung Ju-yung, pendiri Hyundai. Ia memiliki karier yang terus melejit. Ia meraih untung dari proyek konstruksi, juga karena berhasil melobi Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, Lee Kuan Yeuw (Singapura), Jiang Zemin (China), dan Mikhail Gorbachev.
Lee tak segan untuk mengatakan keajaiban bukanlah suatu yang mustahil untuk diraih. Keajaiban merupakan impiannya. Ya, orang-orang pun pernah menjulukinya sebagai arsitek bisnis yang berkeajaiban yang membuat grup Hyundai menjadi terkenal di Korea Selatan, Asia, dan kini di dunia.
Lee disebutkan meraih sukses dalam bisnis karena ketekunan dan faktor keberuntungan. “Akan tetapi, saya memiliki penjelasan berbeda atas sukses. Sumber sukses saya adalah semangat dan tindakan yang tak mengenal hasil yang tanggung,” kata Lee dalam autobiografinya berjudul Tak Ada yang Mustahil yang diluncurkan tahun 1995. Melihat kisah perjalanan hidup yang pahit namun berakhir bahagia, ditambah semangat berapi-api ala Korea, tak mustahil Lee mencatatkan keajaiban baru. Ia sudah mencatatkan sejarah baru, menjadi pebisnis pertama dan mantan penjual es yang menjadi presiden. Berani mempercayai hal-hal yang mustahil menjadi sebuah kunci sukses Lee Myung Bak.
Tuhan telah menyediakan segala hal yang baik dan luar biasa bagi kita melalui janji Firman-Nya. Tuhan mau supaya kita bisa melakukan hal-hal yang besar. Ketika kita mengenal Dia dan memahami apa saja rencana-Nya atas hidup kita, maka kita tak akan pernah goyah dan akan senantiasa sadar bahwa kita diciptakan untuk berhasil dan melakukan hal-hal yang dahsyat! Jika kita berani percaya akan Firman-Nya yang kelihatannya tidak mungkin bisa kita raih, kita akan mendapatkan keajaiban dan mujizat yang luar biasa.
0 komentar:
Post a Comment