Dikisahkan, ada seorang pemuda berusia menjelang 30 tahun, tetapi memiliki kemampuan berpikir layaknya anak berusia di bawah 10 tahun sederhana dan apa adanya. Ibunya dengan penuh kasih memelihara dan mendidik anaknya agar kelak bisa hidup mandiri dengan baik.

Suatu hari, si anak yang sangat mencintai ibunya, berkata, "Ibu, aku sangat senang melihat ibu tertawa. Wajah ibu begitu cantik dan bersinar. Bagaimana caranya agar aku bisa membuat ibu tertawa setiap hari?"

"Anakku, berbuatlah baik setiap hari. Maka, ibu akan tertawa setiap hari," ujar sang ibu.

"Bagaimana caranya berbuat baik dan bagaimana harus setiap hari?" tanya si anak.

"Berbuat baik adalah bila kamu bekerja, bekerjalah dengan sungguh-sungguh. Bantulah orang lain terutama orang-orang tua yang perlu dibantu, sakit, atau kesepian. Kamu bisa sekadar menemaninya atau membantu meringankan pekerjaan mereka. Perlakukanlah orang-orang tua itu sama seperti kamu membantu ibumu. Pesan ibu, jangan menerima upah. Setelah selesai membantu, mintalah sobekan tanggalan dan kumpulkan sesuai urutan angkanya. Kalau angkanya urut artinya kamu sudah berbuat baik setiap hari. Dengan begitu ibu pun setiap hari pasti akan senang dan tertawa," jawab sang ibu sambil membelai sayang anak semata wayangnya itu.

Beberapa waktu berlalu dan ibu dari si anak meninggal. Namun karena kenangan dan keinginannya melihat ibunya tertawa, setiap hari sepulang kerja, dia berkeliling kampung  membantu orang-orang tua. Kadang memijat, menimba air, memasakkan obat, atau sekadar menemani dengan senang dan ikhlas. Bila ditanya orang kenapa hanya sobekan tanggalan yang diterimanya setiap hari? Dia pun menjawab, "Karena setiap hari, setibanya di rumah, sobekan tanggalan yang aku kumpulkan, aku susun sesuai dengan nomor urutnya. Maka setiap hari aku seakan bisa mendengar ibuku sedang melihat aku dan tertawa bahagia di atas sana."

Si pemuda yang berpikiran sederhana itu  pun telah menjadi sahabat banyak orang di desa. Sehingga suatu ketika, atas usul dari seluruh warga, karena kebaikan hatinya, dia dianugerahi oleh pemerintah bintang kehormatan dan dana pensiun selama hidup untuk menjamin tekadnya, yakni setiap hari bisa membantu orang lain.

Seorang tukang kebun mencoba mengadakan penelitian sederhana.

Ia menanam 2 tanaman yang sama pada lahan yang sama. Yang membedakan hanya bagaimana cara dia merawat tanaman tsb.

Tanaman yang pertama disirami secara rutin tiap pagi sore, sedangkan tanaman yg kedua disirami hanya 2 hari sekali.

Ketika tanaman itu bertumbuh cukup besar, tiba waktunya untuk menguji kekuatan akar tsb.

Perbedaannya cukup mencolok; Untuk tanaman yg ke satu; dibutuhkan waktu kurang dari 2 menit untuk mencabut akar nya. Untuk tanaman yg kedua, dibutuhkan waktu lebih lama yaitu empat menit untuk bisa mencabutnya!

Mengapa hal itu bisa terjadi?

Tanaman yang pertama cukup dimanjakan dengan air yang ia dapat dengan mudah, sehingga akarnya tidak berusaha mencari ke tanah yang lebih dalam.

Sedang tanaman yang kedua karena mendapat suplai air yang lebih sedikit, maka mau tidak mau akar nya mencari ke sumber air, sehingga di dapatinya akarnya jauh lebih kuat karena masuk lebih dalam ke tanah.

Cara TUHAN mendidik kita tak jauh beda dengan ilustrasi tsb.

Bayangkan saja jika TUHAN memanjakan kita dgn mengabulkan semua doa yang kita minta atau tidak pernah mengijinkan penderitaan & masalah hidup.

Tentu ini akan membuat kita jadi orang yang manja. Tak hanya itu, kita akan menjadi orang yang cengeng.

Akibatnya akar iman kita tidak kuat & ketika permasalahan terjadi, dengan mudahnya kehidupan kita tumbang!

TUHAN sangat mengasihi kita, itulah sebabnya DIA selalu mendewasakan & melatih akar iman kita.

Mengijinkan penderitaan, masalah, tekanan hidup / keadaan yg tidak menyenangkan, dengan harapan bahwa akar iman kita terus mencari “Sumber” yang sejati.

Bagaimana dengan kita ?

Apakah kita memilih untuk menjadi orang yang manja dengan akar yg rapuh? atau menjadi orang yang didewasakan oleh TUHAN?

"TANPA MASALAH, KITA HANYA AKAN MENJADI ORANG YANG MANJA & MEMILIKI AKAR IMAN YG RAPUH!!"

Seorang manusia berbisik, "Tuhan bicaralah padaku." Dan burung kutilangpun bernyanyi. Tapi manusia itu tidak mendengarkannya.

Maka, manusia itu berteriak, "Tuhan, bicaralah padaku!" Guntur dan petirpun menggemuruh. Tapi manusia itu tidak mendengarkannya.

Manusia itu melihat sekelilingnya dan berkata, "Tuhan, biarkan aku melihat Engkau." Dan bintang pun bersinar terang. Tapi manusia itu tidak melihatnya.

Manusia itu berteriak lagi, "Tuhan, tunjukkan aku keajaibanMu" Dan seorang bayipun lahirlah. Tapi manusia itu tidak menyadarinya.

Maka, ia berseru lagi dalam keputusasaannya,"jamahlah aku, Tuhan!" Dan segera, Tuhan menjamahnya. Tapi, manusia itu malah mengusir kupu_kupu tersebut dan terus berjalan.

Sahabat Yang Dikasihi Tuhan, Betapa hal ini semua sebenarnya mengingatkan kita bahwa Tuhan selalu hadir disekitar kita dalam bentuk sederhana dan kecil yang sering kita anggap lalu, bahkan dalam era digital ini.

Manusia itu berseru, "Tuhan, aku membutuhkan pertolonganMu!" Dan datanglah status Facebook, Instagram, Twitter dengan berita-berita baik dan menguatkan. Namun, ia justru menghapusnya dan terus berkeluh kesah...

Sahabat Yang Dikasihi Tuhan, Janganlah kita mencampakkan suatu anugerah, hanya karena anugerah itu tidak dikemas dalam bentuk yang diinginkan dan dimengerti oleh kita.

Syukurilah segala yang telah kita terima dalam kehidupan, mulai dari hal-hal kecil yang kita nikmati sehari-hari. Dengan demikian, anda akan merasakan bahagia saat ini juga.

Dahulu kala, hiduplah seorang petani yang bertetangga dengan seorang yang berprofesi sebagai pemburu. Pemburu tersebut memiliki anjing-anjing galak yang sangat jago dalam berburu, tapi sayangnya anjing-anjing tersebut kurang terlatih. Anjing-anjing itu sering melompati pagar & mengejar-ngejar domba-domba milik Petani.

Petani itu lalu meminta tetangganya itu untuk menjaga anjing-anjing nya. Sayangnya si Pemburu tidak mau peduli. Hingga suatu hari anjing-anjing itu melompati pagar dan menyerang beberapa domba Petani, sampai terluka parah. Petani itu marah dan merasa tidak sabar. Ia memutuskan pergi ke kota untuk berkonsultasi pada seorang hakim.

Hakim itu mendengarkan cerita petani itu dengan hati-hati lalu berkata, "Saya bisa saja menghukum Pemburu itu serta memerintahkan dia untuk merantai dan mengurung anjing-anjing nya. Tetapi sebagai akibatnya anda akan kehilangan seorang TEMAN dan mendapatkan seorang MUSUH."

"Mana yang anda inginkan, Teman atau musuh yang menjadi tetangga anda?". Ujar si Hakim.

Petani itu menjawab, bahwa ia lebih suka mempunyai seorang teman.

"Baik, saya akan menawari kau sebuah solusi yang damai untuk kedua belah pihak. Domba-dombamu akan aman dan kamu akan tetap berteman dengan tetanggamu itu."

Mendengar solusi pak hakim, si Petani itu setuju.

Ketika sampai di rumah, Petani itu segera melaksanakan solusi pak hakim, dia mengambil 3 domba terbaiknya dan menghadiahkannya kepada ketiga orang anak Pemburu. Karena merasa senang serta untuk menjaga mainan baru anak-anaknya, si Pemburu itu kemudian mengkerangkeng anjing-anjing pemburunya.

Maka sejak itu anjing-anjing si Pemburu tak pernah lagi menganggu domba-domba si Petani. Pemburu itu lalu mulai sering membagi hasil buruan pada si Petani. Sebagai balasannya Petani mengirimkan daging domba & keju buatannya. Dalam waktu singkat mereka menjadi sahabat yang sangat akrab.

Sebuah ungkapan inspirasi mengatakan: "Cara terbaik untuk mempengaruhi orang adalah dengan menggunakan CINTA KASIH."

Oleh karena itu, penuhilah kehidupan anda dengan cinta kasih, maka kebahagiaan akan menghampiri anda dengan sendirinya. 

Seorang pria tersesat di gurun pasir, ia hampir mati kehausan dan akhirnya ia tiba di sebuah rumah kosong. Di depan rumah tua tanpa jendela dan hampir roboh, terdapat sebuah pompa. Segera ia menuju pompa itu dan mulai memompa sekuat tenaga, tapi tidak ada air yang keluar. 

Lalu ia melihat ada kendi di sebelah pompa itu dengan mulutnya tertutup gabus & tertem pel kertas dengan tulisan, "Sahabat, pompa ini harus dipancing dengan air terlebih dahulu. Setelah Anda mendapatkan airnya, mohon jangan lupa mengisi kendi ini lagi sebelum Anda pergi." 

Ia mencabut gabusnya & ternyata kendi itu berisi penuh air. "Apakah air ini harus dipergunakan untuk memancing pompa? Bagaimana kalo tidak berhasil? Maka tidak ada air lagi. Bukankah lebih aman saya minum airnya dulu daripada nanti mati kehausan kalau ternyata pompanya tidak berfungsi? Lalu untuk apa menuangkannya ke pompa karatan hanya karena instruksi di atas kertas kumal yang belum tentu benar?" Pikirnya. 

Untung suara hatinya mengatakan bahwa ia harus mengikuti nasihat yang tertera di kertas itu sekali pun beresiko. Ia menuangkan seluruh isi kendi itu ke dalam pompa yang karatan itu dan dengan sekuat tenaga memompanya. Benar!! Air keluar dengan limpahnya dan ia dapat minum sepuasnya. 

Setelah istirahat memulihkan tenaga dan sebelum meninggalkan tempat itu, ia mengisi kendi itu sampai penuh, menutupkan kembali gabusnya dan menambahkan beberapa kata di bawah instruksi pesan itu, 

"Saya telah melakukannya dan berhasil. Engkau harus mengorbankan semuanya terlebih dahulu, sebelum bisa menerima kembali. PERCAYALAH !!!" 

Barang siapa berhati egois dan terlampau mementingkan diri sendiri, ia tidak akan beroleh kemudahan dalam hidupnya. 

Barang siapa berhati baik dan bertindak demi kepentingan orang lain maka ia akan memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya. Berkat dan damai sejahtera akan mengalir dalam hidupnya.

Seorang anak muda. Ia telah berusaha memberikan dasar yang kokoh bagi keluarganya. Namun ia menemukan kekosongan di dasar sanubarinya. Ia dilanda kecemasan dan kehilangan arah hidup. Semakin hari situasinya semakin parah. Ia memutuskan untuk pergi ke dokter sebelum menjadi amat terlambat.

Setelah mendengarkan keluhannya, dokter memberikan empat bungkus obat sambil berpesan; “Besok pagi sebelum jam sembilan pagi engkau harus menuju pantai seorang diri sambil membawa ke empat bungkus obat ini. Jangan membawa buku atau majalah. Juga jangan membawa radio atau tape. Di pantai nanti anda membuka bungkusan obat sesuai dengan waktu yang tercatat pada bungkusannya, yakni pada jam sembilan, jam dua belas, jam tiga dan jam lima. Dengan mengikuti resep yang ada di dalamnya aku yakin penyakitmu akan sembuh.”

Orang tersebut berada di antara percaya dan ragu akan resep yang diberikan dokter. Namun demikian pada hari berikutnya ia pergi juga ke pantai. Begitu tiba di pesisir pantai di pagi hari, sementara matahari pagi mulai muncul di ufuk timur dan laut biru memantulkan kembali sinarnya yang merah keemasan itu, sambil deru ombak datang silih berganti, hatinya dipenuhi kegembiraan yang amat dalam.

Tepat jam sembilan, ia membuka bungkusan obat yang pertama. Tapi tak ia dapati obat didalamnya, cuma secarik kertas dengan tulisan: “Dengarlah”. Aneh bin ajaib, orang tersebut patuh pada apa yang diperintahkan. Ia lalu duduk tenang mendengarkan desiran angin pantai serta deburan gelombang yang memecah bibir pantai. Ia bahkan secara perlahan-lahan mampu mendengarkan setiap detak jantungnya sendiri yang menyatu dengan melodi musik alam di pantai itu. Telah begitu lama ia tak pernah duduk dan menjadi sungguh tenang seperti hari ini. Ia terlampau sibuk dengan usahanya. Saat ini ia merasa seakan-akan jiwanya dibasuh bersih.

Jam dua belas tepat. Ia membuka bungkusan obat yang kedua. Tentu seperti halnya bungkusan yang pertama, tak ada obat yang didapati kecuali selembar kertas bertulis, “Mengingat”. Ia beralih dari mendengarkan musik pantai yang indah dan nyaman itu dan perlahan-lahan mengingat setiap jejak langkahnya sendiri sejak kanak-kanak. Ia mengingat masa-masa sekolahnya dulu, mengingat kedua orang tuanya yang senantiasa memancarkan kasih di wajah mereka. Ia juga mengingat semua teman yang ia cintai dan tentu juga mencintainya. Ia merasakan ada segumpal kekuatan dan kehangatan hidup memancar dari dasar batinnya.

Ketika ia membuka bungkusan ketiga saat waktu menunjukan jam tiga tepat, ia menemukan secaraik kertas dengan tulisan: “Menimbang dan menilai motivasi.” Ia memejamkam mata, memusatkan perhatiannya untuk menilai kembali niat pertama ketika ia membangun usahanya. Saat itu yang menjadi inspirasi utama ia membuka usahanya adalah secara gigih bekerja untuk melayani kebutuhan sesamanya. Namun ketika usahanya kini telah memperoleh bentuknya, ia lupa hal ini dan hanya berpikir tentang keuntungan yang bakal diperoleh. Keuntungan kini menjadi penguasa dirinya, ia telah berubah menjadi manusia yang egoistis, serta lupa memperhatikan nasib orang lain. Ia kini seakan telah mampu melihat akar penyakitnya sendiri, ia menemukan alasan yang senantiasa membuatnya cemas.

Ketika matahari telah hilang dan bentangan laut berubah merah, ia membuka bungkusan obatnya yang terakhir. Di sana tertulis: “Tulislah segala kecemasanmu di bibir pantai.” Ia menuju bibir pantai, lalu menuliskan kata “cemas”. Ombak datang serentak dan menghapus apa yang baru dituliskannya. Bibir pantai seakan disapu bersih, kata “cemas” yang baru ditulisnya hilang ditelan ombak.

Siapakah tokoh utama dalam kisah di atas??? Mungkin saya, mungkin pula anda. Pernahkah kita secara tulus mendengarkan bahasa batin kita sendiri? Atau pernahkah kita mengingat segala yang manis maupun pahit yang terjadi di masa silam namun telah membentuk siapa kita saat ini?? Apa yang menjadi motivasi utama hidup kita hari ini dan besok?? Dan apa kecemasan kita?

TULISLAH KATA CEMAS, KUATIR, DAN TAKUT DIATAS PASIR SUPAYA DAPAT HILANG DITELAN OMBAK.
TULISLAH KATA SENANG, GEMBIRA, BAHAGIA DIATAS BATU SUPAYA TIDAK DAPAT HILANG DENGAN SEKEJAP

Hari ini musim semi yang panas, aku sedang asik membaca novel dan ditemani Ipod yang mendendangkan lagu jazz favoritku, di sela-sela makan siangku di sebuah Cafe seberang jalan kantorku.

Siang itu begitu panas, anginpun seakan2 enggan bertiup. Kuperbesar volume music yang aku dengar, hmm.. . Nikmatnya hidup ini.. Tak terasa waktu berlalu, waktu istirahatku usai, lagi asik2nya membaca nih... Sambil menaruh selembar uang 100rb aku berjalan santai menyebrangi jalan.

Aku mengangguk2kan kepala mendengar suara musik yang merdu lewat earphone sambil tetap fokus membaca, lagi seru-serunya nih. Aku melangkah menyeberangi jalan, tiba-tiba pembatas buku di novelku terbang tertiup kembali ke arah cafe itu, reflek aku membalikan badanku dan mengejar pembatas buku itu.

Hmm... dapat.. untung tidak kotor kataku sambil mengibas-ngibas kan pembatas bukuku..angin yang aneh, dari mana datangnya, angin berhembus kencang di tengah panasnya musim semi?

Ketika aku kembali berjalan, aku terkejut banyak orang mendekat ke arahku, banyak yang memandangiku sambil mengeleng-gelengkan kepala. Mereka minta aku melepas earphoneku, seorang ibu paru baya bertanya, " Apakah aku baik-baik saja?" Aku tidak mengerti, Ada apa ?

Lalu ibu itu bercerita tentang hal yang sampai kini tidak bakal aku lupakan.

Ketika aku sedang asik membaca buku sambil mendengarkan ipod kesayanganku sewaktu menyeberang jalan, dari arah jalan sebuah truk yang dikemudikan seorang sopir yang ternyata mengantuk, melaju kencang ke arahku. Orang-orang berteriak mengingatkanku, tapi aku tidak mendengar. Sesaat sebelum terjadi tabrakan, aku berbalik dan berlari ... Untuk mengambil pembatas bukuku yang tertiup angin.

Aku bergidik. Tak terasa air mata mulai tumpah. Aku tinggal selangkah lagi dari ajalku, tapi tiba-tiba angin yang tidak biasanya berhembus, berhembus untuk kemudian menerbangkan pembatas bukuku dan menyelamatkanku.

Itu semua anugerah Allah untuk kamu, ibu itu berujar padaku, kakiku terasa tak kuat menopang berat tubuhku, aku berlutut dan mengucap syukur. Seandainya Ibu itu tidak bercerita tentu aku tidak akan tahu kasih Tuhan kepadaku.

Aku sadar dalam hidupku, banyak sekali kasih Tuhan dinyatakan tanpa aku sadar dan ketahui. Aku kembali menangis.

Sahabat, sering kali kita lupa untuk mengucap syukur. Seringkali ketika kita melihat keadaan kita yang terpuruk, jatuh, miskin, terlantar, kita lupa untuk mengucap syukur.

Kita lupa bahwa tanpa perlindungan Tuhan, kita pasti akan mengalami kejadian yang lebih parah dari yang kita alami sekarang, tapi karena kasihNya, kita tidak mengalaminya. 

Jangan lupa untuk selalu mengucap syukur untuk apapun dalam keadaan apa pun, karena kita tahu sekarang Dia selalu bekerja, sadar atau tanpa kita sadari .

TUHAN Mengasihi, Memberkati & Menyertai kita selalu.