Kisah Mengharukan.

Siang ini, tanpa sengaja, saya bertemu dua manusia super. Mereka makhluk-makhluk kecil, kurus, kumal berbasuh keringat. Tepatnya di atas jembatan penyeberangan Setia Budi, dua sosok kecil berumur kira-kira delapan tahun menjajakan tissue dengan wadah kantong plastik hitam.

Saat menyeberang untuk makan siang mereka menawari saya tissue di ujung jembatan, dengan keangkuhan khas penduduk Jakarta saya hanya mengangkat tangan lebar-lebar tanpa tersenyum yang dibalas dengan sopannya oleh mereka dengan ucapan, “Terima kasih Oom!” Saya masih tak menyadari kemuliaan mereka dan cuma mulai membuka sedikit senyum seraya mengangguk ke arah mereka.

Kaki-kaki kecil mereka menjelajah lajur lain di atas jembatan, menyapa seorang laki laki lain dengan tetap berpolah seorang anak kecil yang penuh keceriaan, laki-laki itu pun menolak dengan gaya yang sama dengan saya, lagi-lagi sayup-sayup saya mendengar ucapan terima kasih dari mulut kecil mereka. Kantong hitam tempat stok tissue dagangan mereka tetap teronggok di sudut jembatan tertabrak derai angin Jakarta. Saya melewatinya dengan lirikan kearah dalam kantong itu, dua pertiga terisi tissue putih berbalut plastik transparan.

Setengah jam kemudian saya melewati tempat yang sama dan mendapati mereka tengah mendapatkan pembeli seorang wanita, senyum di wajah mereka terlihat berkembang seolah memecah mendung yang sedang menggayuti langit Jakarta.

“Terima kasih ya mbak … semuanya dua ribu lima ratus rupiah!” tukas mereka, tak lama si wanita merogoh tasnya dan mengeluarkan uang sejumlah sepuluh ribu rupiah.

“Maaf, nggak ada kembaliannya … ada uang pas nggak mbak?” mereka menyodorkan kembali uang tersebut. Si wanita menggeleng, lalu dengan sigapnya anak yang bertubuh lebih kecil menghampiri saya yang tengah mengamati mereka bertiga pada jarak empat meter.

“Oom boleh tukar uang nggak, receh sepuluh ribuan?” suaranya mengingatkan kepada anak lelaki saya yang seusia mereka. Sedikit terhenyak saya merogoh saku celana dan hanya menemukan uang sisa kembalian food court sebesar empat ribu rupiah. “Nggak punya!”, tukas saya. Lalu tak lama si wanita berkata “Ambil saja kembaliannya, dik!” sambil berbalik badan dan meneruskan langkahnya ke arah ujung sebelah timur.

Anak ini terkesiap, ia menyambar uang empat ribuan saya dan menukarnya dengan uang sepuluh ribuan tersebut dan meletakkannya kegenggaman saya yang masih tetap berhenti, lalu ia mengejar wanita tersebut untuk memberikan uang empat ribu rupiah tadi. Si wanita kaget, setengah berteriak ia bilang “Sudah buat kamu saja, nggak apa..apa ambil saja!”, namun mereka berkeras mengembalikan uang tersebut. “Maaf mbak, cuma ada empat ribu, nanti kalau lewat sini lagi saya kembalikan !”

Akhirnya uang itu diterima si wanita karena si kecil pergi meninggalkannya. Tinggallah episode saya dan mereka. Uang sepuluh ribu digenggaman saya tentu bukan sepenuhnya milik saya. Mereka menghampiri saya dan berujar “Om, bisa tunggu ya, saya ke bawah dulu untuk tukar uang ke tukang ojek!”

“Eeh … nggak usah … nggak usah … biar aja … nih!” saya kasih uang itu ke si kecil, ia menerimanya, tapi terus berlari ke bawah jembatan menuruni tangga yang cukup curam menuju ke kumpulan tukang ojek. Saya hendak meneruskan langkah tapi dihentikan oleh anak yang satunya, “Nanti dulu Om, biar ditukar dulu … sebentar.”

“Nggak apa apa, itu buat kalian” lanjut saya. “Jangan … jangan oom, itu uang oom sama mbak yang tadi juga” anak itu bersikeras. “Sudah … saya ikhlas, mbak tadi juga pasti ikhlas !”, saya berusaha membargain, namun ia menghalangi saya sejenak dan berlari ke ujung jembatan berteriak memanggil temannya untuk segera cepat.

Secepat kilat juga ia meraih kantong plastik hitamnya dan berlari ke arah saya. “Ini deh om, kalau kelamaan, maaf ..”. Ia memberi saya delapan pack tissue. “Buat apa?”, saya terbengong “Habis teman saya lama sih oom, maaf, tukar pakai tissue aja dulu”. Walau dikembalikan ia tetap menolak.

Saya tatap wajahnya, perasaan bersalah muncul pada rona mukanya. Saya kalah set, ia tetap kukuh menutup rapat tas plastik hitam tissuenya. Beberapa saat saya mematung di sana, sampai si kecil telah kembali dengan genggaman uang receh sepuluh ribu, dan mengambil tissue dari tangan saya serta memberikan uang empat ribu rupiah. “Terima kasih Om!”..mereka kembali ke ujung jembatan sambil sayup sayup terdengar percakapan, “Duit mbak tadi gimana ..?” suara kecil yang lain menyahut, “Lu hafal kan orangnya, kali aja ketemu lagi ntar kita kasihin …….”.

Percakapan itu sayup sayup menghilang, saya terhenyak dan kembali ke kantor dengan seribu perasaan. Tuhan, hari ini saya belajar dari dua manusia super, kekuatan kepribadian mereka menaklukan Jakarta membuat saya trenyuh, mereka berbalut baju lusuh tapi hati dan kemuliaannya sehalus sutra, mereka tahu hak mereka dan hak orang lain, mereka berusaha tak meminta minta dengan berdagang tissue.

Dua anak kecil yang bahkan belum balik, memiliki kemuliaan di umur mereka yang begitu belia. Kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana. Apa yang bukan milik kita, pantang untuk kita ambil.

"Lakukan Segala Sesuatu Sesuai Hati Nuranimu,
Jangan Pedulikan Omongan Orang Yang Mencibirmu,
Karena Itulah Yang Tuhan Inginkan"

TUHAN Mengasihi, Memberkati & Menyertai kita selalu..

Pada saat dosen/guru menguji anak didiknya dlm sebuah tes, mereka pastinya sudah memiliki jawabannya juga. Tidak mungkin mereka memberikan soal kepada anak didiknya sementara mereka sendiri tidak tahu jawaban dari soal yg di berikan tsb.

Hal yg sama berlaku pd sebuah pabrik pembuatan gembok. Mereka tidak hanya menciptakan gembok, tapi juga membuat kunci untuk setiap gembok tsb. Bayangkan betapa konyolnya jika mereka hanya jual gembok tanpa anak kunci.

Dua analogi sederhana di atas kiranya memberikan pencerahan kepada kita bahwa hal yg sama Tuhan lakukan dalam hidup kita. Ketika Tuhan mengijinkan sebuah persoalan, maka sesungguhnya Dia sudah punya jawaban utk persoalan tsb. Tuhan tidak pernah membiarkan kita mengalami persoalan yg tak terpecahkan atau masalah yg tidak ada jalan keluarnya. Tuhan menyediakan kunci untuk setiap pergumulan hidup yg kita alami.

Tuhan tidak hanya menyediakan jawaban atau kunci untuk setiap masalah yg kita alami, tetapi Dia jg bijak dalam mengukur kemampuan dan kapasitas kita dalam menanggung persoalan. Tuhan tidak akan pernah memberikan soal yg melebihi kemampuan kita.

Bukankah seorang guru tdk akan memberikan soal kelas VI utk anak yg masih kelas I ? Jika seorang guru saja bisa demikian bijak dlm menakar kemampuan anak didiknya, apalagi Tuhan yang mengasihi kita tanpa batas melampaui akal pikiran kita…

 * Selamat Menjalani Hari Ini Dengan Enjoy Bersama TUHAN *


Alkisah di sebuah negeri, ada seorang raja yang ingin menghadiahkan kalung berlian indah kepada sang buah hati, putri kesayangannya. Tapi beberapa hari kemudian, kalung itu hilang. Seluruh rakyat kerajaan itu sudah dikerahkan untuk mencari kalung di mana-mana tapi sia-sia saja. Lalu, sang raja meminta rakyatnya untuk terus mencari kalung berharga itu dan berjanji memberikan hadiah yang sangat besar bagi siapa pun yang berhasil menemukannya.

Suatu hari seorang juru tulis berjalan pulang dengan melewati sebuah sungai kecil yang airnya kecokelatan. Selagi berjalan santai, si juru tulis melihat ada sesuatu yang berkilau-kilau di permukaan air sungai. Ketika diamati dari dekat, ia seperti melihat gambaran kalung. ”Wah… ini pasti kalung milik sang putri. Inilah kesempatan emasku untuk menjadi kaya,” ujar si juru tulis.

Tanpa ragu, si juru tulis memasukkan tangannya ke dalam air sungai dan berusaha mengambil kalungitu. Tapi entah kenapa ia tidak bisa mengambilnya. Setelah mengeluarkan tangannya dari air sungai, ia melihat lagi ke dalam sungai dan gambarannya pun masih terlihat. Ia pun mencobanya lagi. Kali ini ia masuk ke dalam sungai, sehingga celananya pun menjadi kotor. Seluruh tangannya dimasukkan ke dalam sungai yang dangkal itu, dan mulai mencari-cari kalung berlian di dasar sungai. Anehnya, ia tetap tak bisa menemukannya! Ia keluar dari sungai, merasa sedih sekali.


Ketika dilihat kembali ke permukaan sungai, gambaran kalung itu masih saja ada di sana. Kali ini, si juru tulis bertekad mendapatkannya. Ia pun memutuskan untuk menceburkan dirinya ke dalam sungai, meski sadar betul seluruh tubuhnya akan menjadi kotor. Tapi, tetap saja ia tak bisa menemukan dan kehabisan akal.

Saat itu muncul seorang tua yang bijak. Melihat wajah sedih campur bingung si juru tulis, bertanyalah orang tua bijak itu, ”Ada apa, anak muda? Adakah yang bisa kubantu?”


Meski awalnya merasa ragu, si juru tulis akhirnya memutuskan untuk bercerita semuanya pada orang tua itu. Setelah mendengar cerita si juru tulis, orang tua itu menasihatinya.

”Cobalah kamu menengadah ke atas, ke dahan-dahan pohon. Mungkin seekor burung gagak ‘mencuri’ kalung itu dan menjatuhkannya.”

Dengan segera si juru tulis melihat ke pepohonan di atasnya, dan benarlah.. kalung itu menggantung di dahan sebuah pohon. Jadi selama ini yang berusaha ia tangkap hanyalah refleksi kalung yang asli.


Kebahagiaan materi bisa dianalogikan seperti sungai berpolusi dan kotor dalam cerita tadi. Itu hanyalah refleksi dari kebahagiaan sejati di dalam dunia spiritual.

Kita tidak akan pernah bisa meraih kebahagiaan yang kita cari, sebesar atau sekeras apa pun usaha yang kita kerahkan dalam dunia materi. Sebaliknya, andalkan Sang Mahakuasa, yang menjadi sumber kebahagiaan dan kedamaian yang sejati.




Kebahagiaan spiritual adalah hal yang mampu memberikan kita kepuasan. Karena itu, marilah kita berusaha dan berjuang untuk mendapatkan kebahagiaan sejati selama kita masih hidup di dunia ini, saat ini dan seterusnya.

Seorang manusia berbisik, "Tuhan bicaralah padaku." Dan burung kutilangpun bernyanyi. Tapi manusia itu tidak mendengarkannya.

Maka, manusia itu berteriak, "Tuhan, bicaralah padaku!" Guntur dan petirpun menggemuruh. Tapi manusia itu tidak mendengarkannya.

Manusia itu melihat sekelilingnya dan berkata, "Tuhan, biarkan aku melihat Engkau." Dan bintang pun bersinar terang. Tapi manusia itu tidak melihatnya.

Manusia itu berteriak lagi, "Tuhan, tunjukkan aku keajaibanMu" Dan seorang bayipun lahirlah. Tapi manusia itu tidak menyadarinya.

Maka, ia berseru lagi dalam keputusasaannya,"jamahlah aku, Tuhan!" Dan segera, Tuhan menjamahnya. Tapi, manusia itu malah megusir kupu_kupu tersebut dan terus berjalan.

Sahabat Yang Dikasihi Tuhan, Betapa hal ini semua sebenarnya mengingatkan kita bahwa Tuhan selalu hadir disekitar kita dalam bentuk sederhana dan kecil yang sering kita anggap lalu, bahkan dalam era digital ini.

Manusia itu berseru, "Tuhan, aku membutuhkan pertolonganMu!" Dan datanglah status Facebook dengan berita-berita baik dan menguatkan. Namun, ia justru menghapusnya dan terus berkeluh kesah...

Sahabat Yang Dikasihi Tuhan, Janganlah kita mencampakkan suatu anugerah, hanya karena anugerah itu tidak dikemas dalam bentuk yang diinginkan dan dimengerti oleh kita.

Syukurilah segala yang telah kita terima dalam kehidupan, mulai dari hal-hal kecil yang kita nikmati sehari-hari. Dengan demikian, anda akan merasakan bahagia saat ini juga.

Seorang petani tua selama ber-tahun² terpaksa membajak di sekeliling sebuah batu besar di salah satu petak sawahnya.

Batu itu terletak tepat di tengah sawah pak tani & telah mematahkan beberapa mata bajak & sebuah cangkul sang petani.

Hari itu mata bajak pak tani kembali patah karena batu besar itu, karena kesal dgn kejadian yg selalu berulang-ulang, maka pak tani memutuskan untuk melakukan sesuatu.

"Aku harus menyingkirkan batu ini !!"

Lalu pak tani mengambil linggis & ketika ia menacapkan linggis itu ke dasar batu, ia terkejut karena ternyata batu itu dgn mudah dpt dia angkat & dia singkirkan.

Setelah selesai, pak tani duduk di tepi sawah miliknya sambil tersenyum, dia teringat dgn semua kesulitan yg dia alami karna batu itu, & ternyata betapa mudahnya dia menyingkirkan batu itu.

Sambil menghela nafas pak tani bergumam sendiri, "Mengapa hal itu tidak aku lakukan sejak dulu?"

Saat anda mengalami masalah, kadang yg anda pikirkan adalah hal² yg jauh, sulit & ber-belit².

Dan keengganan untuk langsung menghadapi masalah yg membuat masalah tidak pernah selesai & malah akan memancing masalah yg lain.

Padahal belum tentu masalah yg anda hadapi serumit yg anda bayangkan.

Hal yg paling bijak anda lakukan adalah "HADAPI" sambil anda "BERSERAH" & "MEMOHON" pada TUHAN untuk diberi kekuatan & keberanian dalam menjalaninya.

Jangan pernah membiarkan ketakutan menguasai Anda, percayalah Bersama TUHAN Anda dapat menanggung segala perkara, karena DIA memberi KEKUATAN dan BERKAT kepada setiap orang yg MENGANDALKANNYA.

Alkisah, siang yang terik di sebuah perempatan jalan raya sebuah kota besar. Putra yang sedang berkendara, melihat lampu diperempatan jalan berubah dari kuning ke merah. Bukannya melambatkan laju mobilnya, dia malah ’tancap’ gas. Ia tahu, lampu merah di persimpangan itu biasanya menyala cukup lama. Keengganannya menunggu membuatnya nekad menerobos lampu lalu lintas.

Pelanggaran yang dilakukan pun segera menuai reaksi dan terdengar suara peluit keras sekali.  “Priiiiiiitttt!” Seorang polisi melambaikan tangan memintanya berhenti. Dengan hati mengumpat jengkel, Putra menepikan kendaraannya. Dari kaca spion, ia memperhatikan polisi yang mendatanginya. Wajahnya familiar.

“Ah, itu kan Andi, teman SMA-ku dulu!” Putera merasa lega, segera turun dari mobil dan menyambut Andi layaknya teman lama. “Hai, Andi. Apa kabar? Senang sekali bisa ketemu kamu lagi! Maaf nih, karena lagi buru-buru, aku terpaksa menerobos lampu merah.”

“Halo Putra,” sapa Andi. Namun, dengan wajah serius dan tanpa senyuman di wajahnya. “Aku mengerti. Tapi Put, jujur aja, kami sering memperhatikan kamu melanggar lampu merah di persimpangan ini.”

“Oh ya?” Putra memasang tampang kurang senang. “Kalau begitu, silakan tilang saja!” Dengan kasar, Putra menyerahkan SIM-nya kepada Andi dan masuk ke mobilnya sambil membanting pintu. Melalui sudut matanya, Putra memperhatikan Andi menulis. Hatinya jengkel, mengingat perlakuan teman lamanya yang dirasanya kurang simpatik itu.

Tak lama, Andi menghampiri mobil Putra dan Putra pun menurunkan kaca jendela sedikit, mengambil kertas yang diselipkan melalui celah sempit itu, dan melemparnya begitu saja ke atas dashboard mobil. Andi sempat tertegun melihat kelakuan teman lamanya itu.

Setelah tiba di tempat tujuan, sebelum turun dari mobil, Putra mengambil kertas dari Andi. Tiba-tiba, ia menyadari SIM-nya terselip di situ. Dan kertas yang dikiranya surat tilang ternyata adalah secarik surat untuknya.

Sambil terheran-heran, ia segera membaca isi surat Andi.

“Putra, mungkin kamu masih jengkel ya.  Aku mau berbagi cerita.  Dulu, aku punya seorang anak perempuan. Sayangnya, dia meninggal, tertabrak seorang pengemudi yang ngebut menerobos lampu merah. Orang itu dipenjara selama beberapa bulan dan setelah masa tahanannya berakhir, ia bisa bertemu dan memeluk anak-anaknya lagi. Sedangkan, anakku satu-satunya sudah tiada. Mungkin kamu berpikir pelanggaran lalu lintas sebagai hal remeh. Namun bagiku, pelanggaran semacam ini adalah hal besar yang mempengaruhi seluruh kehidupanku. Aku harap kamu berhati-hati dalam berkendara. Semoga selamat sampai di tujuan. Salam, Andi.”

Putera terhenyak. Matanya berkaca-kaca, ada rasa sedih dan sesal di situ. Ia berjanji dalam hati akan meminta maaf kepada Andi dan sejak saat itu akan berhati-hati dalam berkendara.

Sering kali ketidak hati-hatian kita dalam bersikap bisa menyebabkan celaka bagi orang lain. Saat itu terjadi, yang tersisa hanyalah kesedihan dan penyesalan. Mari tingkatkan kewaspadaan kita dan lebih berhati-hati dalam bersikap, untuk menghargai kehidupan kita sendiri dan orang lain.

Gusti mberkahi.

Pada tanggal 7 Desember 1998 di bagian utara Armenia, suatu gempa dengan kekuatan 6,9 skala richter menghancurkan sebuah gedung sekolah diantara bangunan-bangunan lainnya. Di tengah keramaian dan suasana panik, seorang bapak berlari menuju ke sekolah tersebut, dimana anaknya menuntut ilmu setiap harinya. Sambil berlari, ia terus teringat pada kata-kata yang sering ia ucapkan kepada anaknya itu, "Hai anakku, apapun yang terjadi, papa akan selalu bersamamu!"

Sesampainya di tempat di mana sekolah itu dulunya berdiri, yang ia dapati hanyalah sebuah bukit tumpukan batu, kayu dan semen sisa dari gedung yang hancur total! Pertama-tama ia hanya berdiri saja di sana sambil menahan tangis. Namun kemudian...tiba-tiba ia pergi ke bagian sekolah yang ia yakini adalah tempat ruang kelas anaknya. Dengan hanya menggunakan tangannya sendiri ia mulai menggali dan mengangkat batu-batu yang bertumpuk di sana. Ada seseorang yang sempat menegurnya, "Pak, itu tak ada gunanya lagi. Mereka semua pasti sudah mati."

Bapak itu menjawab, "Kamu bisa berdiri saja di sana, atau kamu bisa membantu mengangkat batu-batu ini!" Maka orang itu dan beberapa orang lain ikut menolong, namun setelah beberapa jam mereka capek dan menyerah. Sebaliknya, si bapak tidak bisa berhenti memikirkan anaknya, maka ia menggali terus.

Dua jam telah berlalu, lalu lima jam, sepuluh jam, tigabelas jam, delapan belas jam. Lalu tiba-tiba ia mendengar suatu suara dari bawah papan yang rubuh. Dia mengangkat sebagian dari papan itu, dan berteriak, "Armando!", dan dari kegelapan di bawah itu terdengarlah suara kecil, "Papa!". Kemudian terdengarlah suara-suara yang lain sementara anak-anak yang selamat itu ikut berteriak!

Semua orang yang ada di sekitar reruntuhan itu, kebanyakan para orang tua dari murid-murid itu, kaget dan bersyukur saat menyaksikan dan mendengar teriakan mereka. Mereka menemukan 14 anak yang masih hidup itu! Pada saat Armando sudah selamat, dia membantu untuk menggali dan mengangkat batu-batu sampai teman-temannya sudah diselamatkan semua. Semua orang mendengarnya ketika ia berkata kepada teman-temannya itu, "Lihat, aku sudah bilangkan, bahwa papaku pasti akan datang untuk menyelamatkan kita!"

Mari kita renungkan bagaimana kita menjalani hidup kita. Di saat kita dalam kegelapan, tertimpa oleh macam-macam beban masalah, jatuh dalam kelemahan dan dosa. Apakah kita lantas berkeluh kesah, putus harapan, dan lantas mengibarkan bendera putih pada dunia tanda menyerah? Ataukah kita akan bersikap seperti Armando, yang terus menggenggam HARAPAN? bahwa Seseorang sedang mencari kita dan siap menyelamatkan kita? Seseorang yang tak akan pernah menyerah sampai kita sudah di dalam pelukan-Nya?
Seorang kurcaci duduk di depan pintu rumahnya. Ia terlihat murung dan lesu. Tak lama kamudian, lewatlah seorang peramal. Peramal itu kasihan melihat si kurcaci dan menegurnya, “Mengapa engkau terduduk lesu wahai kurcaci?” Si kurcaci menjawab dengan sedih, “Aku ini makhluk paling malang di seluruh Fairland. Sudah seminggu ini aku berjualan jamur, tak ada seorangpun yang mau membeli!”

Mendengar hal itu si Peramal membuka buku ramalannya, lalu terpekik dengan gembira, “Wah hentikanlah wajah murungmu itu nak! Besok adalah hari keberuntunganmu. Kau akan memperoleh untung besar!” Lalu si Peramal mengucapkan mantra untuk mengikat keberuntungan si Kurcaci. Mendengar hal ini si Kurcaci menjadi bersemangat. Ia mempersiapkan jamurnya dan membersihkan kiosnya dengan sangat teliti malam itu.

Esoknya di pasar Fairland, si Kurcaci dengan semangat menawarkan jamur – jamurnya. Melihat semangat dan senyum si Kurcaci, penduduk pun berdatangan dan memberli jamurnya. Si Kurcaci bahagia sekali! Sorenya ia pulang ke rumah dengan puas dan berujar, “Aku beruntung sekali hari ini. Berkat mantra dari si Peramal, hari keberuntunganku berjalan dengan baik.” Lalu ia menyiapkan lagi jamur – jamur untuk dijual besok. Sebelum tidur,terbersit pemikiran di benaknya, “Bagaimana jika keberuntunganku sudah habis ya? Kan hari keberuntunganku sudah berlalu….”

Esoknya, benarlah pemikiran si kurcaci. Jamurnya tak tersentuh sama sekali, kendati ia telah berteriak – teriak menawarkannya. Si Kurcaci yang sedih segera mencari sang Peramal. Ia bermaksud untuk meminta mantra pengikat keberuntungan. Berjalanlah ia hingga larut malam ke pondok si peramal.

Sesampainya di pondok Peramal, ia mengetuk pintu dan menemui si Peramal seraya menceritakan pengalamannya. Ia juga minta agar Peramal mau mengajarkan mantra pengikat keberuntungan. Mendengar hal ini si Peramal hanya tersenyum dan berkata, “Nak, sesungguhnya aku tak mempunyai sihir atau mantra seperti yang kau minta.” Si Kurcaci sangat terkejut! “Lalu apa yang kau lakukan hari itu hingga membuat hariku sangat beruntung?” tanya kurcaci.

“Aku tidak melakukan apapun. Engkaulah yang membuat harimu beruntung. Ketika aku mengatakan ramalan baik dan mengucapkan mantra, hatimu menjadi ringan dan terhibur. Senyummu menjadi indah dan suaramu enak didengar. Itulah yang membuat harimu cerah dan penuh keberuntungan. Lihatlah dirimu saat ini! Wajahmu cemberut, senyummu terpaksa, dan nada suaramu terdengar tajam. Keraguan menyelinap di hatimu dan mengacaukan semuanya. Tidak ada mantra ataupun sihir yang bisa mengubah harimu, Nak. Dirimulah satu – satunya yang menentukan baik atau buruknya hari itu.”
Oleh : Prof Agus

Ada 3 hal ternyata tdk terlalu berpengaruh terhadap *kesuksesan*  yaitu: *NEM, IPK dan rangking*

Saya mengarungi pendidikan selama 22 tahun (1 tahun TK, 6 tahun SD, 6 tahun SMP-SMA, 4 tahun S1, 5 tahun S2 & S3)

Kemudian sy mengajar selama 15 tahun di universitas di 3 negara maju (AS, Korsel, Australia) dan juga di tanah air.
Saya menjadi saksi betapa *tidak relevannya ketiga konsep di atas* terhadap kesuksesan.

Ternyata sinyalemen saya ini didukung oleh riset yang dilakukan oleh Thomas J. Stanley yang memetakan 100 faktor yang berpengaruh terhadap *tingkat kesuksesan seseorang berdasarkan survey terhadap 733 millioner di US*

Hasil penelitiannya ternyata nilai yang baik (yakni NEM, IPK dan  rangking) *hanyalah faktor sukses urutan ke 30*

*Sementara faktor IQ pada urutan ke-21*
*Dan bersekolah di universitas/sekolah favorit di urutan ke-23.*

Jadi saya ingin mengatakan secara sederhana: Anak anda nilai raport nya rendah *Tidak masalah.*

NEM anak anda tidak begitu besar?
Paling banter akibatnya tidak bisa masuk sekolah favorit.
*Yang menurut hasil riset, tidak terlalu pengaruh thdp kesuksesan*

*Lalu apa faktor yang menentukan kesuksesan seseorang itu ?*
Menurut riset Stanley berikut ini adalah *sepuluh faktor teratas yang akan mempengaruhi kesuksesan:*

1. *Kejujuran* (Being honest with all people)
2. *Disiplin keras* (Being well-disciplined)
3. *Mudah bergaul atau friendly* (Getting along with people)
4. *Dukungan pendamping* (Having a supportive spouse)
5. *Kerja keras* (Working harder than most people)
6. *Kecintaan pada yang dikerjakan* (Loving my career/business)
7. *Kepemimpinan* (Having strong leadership qualities)
8. *Kepribadian kompetitif* atau mampu berkompetisi (Having a very competitive spirit/personality)
9. *Hidup teratur* (Being very well-organized)
10. *Kemampuan menjual ide* atau kreatif / inovatif (Having an ability to sell my ideas/products)

Hampir kesemua faktor ini tidak terjangkau dengan NEM dan IPK. Dalam kurikulum semua yg ditulis diatas itu dikategorikan sbg *softskill.*

Biasanya peserta didik memperolehnya dari kegiatan di ekstra-kurikuler.



So, mengejar kecerdasan akademik semata, kemungkunan besar hanya akan menjerumuskan diri sendiri.

*Kejarlah kecerdasan spiritual, agamais....,* maka kecerdasan lain akan mengikuti dan kesuksesan ada di depan mata...,
InsyaAllah, sukses selalu utk anak² kita.

Aamiin 3x

Pada suatu hari, seorang pemuda berdiri di tengah kota dan menyatakan bahwa dialah pemilik hati yang terindah yang ada di kota itu. Banyak orang kemudian berkumpul dan mereka semua mengagumi hati pemuda itu, karena memang benar-benar sempurna. Tidak ada satu cacat atau goresan sedikitpun di hati pemuda itu. Pemuda itu sangat bangga dan mulai menyombongkan hatinya yang indah.

Tiba-tiba, seorang lelaki tua menyeruak dari kerumunan, tampil ke depan dan berkata, “Mengapa hatimu masih belum seindah hatiku?” Kerumunan orang-orang dan pemuda itu melihat pada hati pak tua itu. Hati pak tua itu berdegup dengan kuatnya, namun penuh dengan bekas luka, di mana ada bekas potongan hati yang diambil dan ada potongan yang lain ditempatkan di situ; namun tidak benar-benar pas dan ada sisi-sisi potongan yang tidak rata. Bahkan, ada bagian-bagian yang berlubang karena dicungkil dan tidak ditutup kembali. Orang-orang itu tercengang dan berpikir, bagaimana mungkin pak tua itu mengatakan bahwa hatinya lebih indah ?

Pemuda itu melihat kepada pak tua itu, memperhatikan hati yang dimilikinya dan tertawa. “Anda pasti bercanda, pak tua”, katanya, “bandingkan hatimu dengan hatiku, hatiku sangatlah sempurna, sedangkan hatimu tak lebih dari kumpulan bekas luka dan cabikan”.

“Ya”, kata pak tua itu, “hatimu kelihatan sangat sempurna meski demikian aku tak akan menukar hatiku dengan hatimu. Lihatlah, setiap bekas luka ini adalah tanda dari orang-orang yang kepadanya kuberikan kasihku, aku menyobek sebagian dari hatiku untuk kuberikan kepada mereka, dan seringkali mereka juga memberikan sesobek hati mereka untuk menutup kembali sobekan yang kuberikan. Namun karena setiap sobekan itu tidaklah sama, ada bagian-bagian yang kasar, yang sangat aku hargai, karena itu mengingatkanku akan cinta kasih yang telah bersama-sama kami bagikan. Adakalanya, aku memberikan potongan hatiku begitu saja dan orang yang kuberi itu tidak membalas dengan memberikan potongan hatinya. Hal itulah yang meninggalkan lubang-lubang sobekan —memberikan cinta kasih adalah suatu kesempatan. Meskipun bekas cabikan itu menyakitkan, mereka tetap terbuka, hal itu mengingatkanku akan cinta kasihku pada orang-orang itu, dan aku berharap, suatu ketika nanti mereka akan kembali dan mengisi lubang-lubang itu. Sekarang, tahukah engkau keindahan hati yang sesungguhnya itu?”

Pemuda itu berdiri membisu dan airmata mulai mengalir di pipinya. Dia berjalan ke arah pak tua itu, menggapai hatinya yang begitu muda dan indah, dan merobeknya sepotong. Pemuda itu memberikan robekan hatinya kepada pak tua dengan tangan-tangan yang gemetar. Pak tua itu menerima pemberian itu, menaruhnya di hatinya dan kemudian mengambil sesobek dari hatinya yang sudah amat tua dan penuh luka, kemudian menempatkannya untuk menutup luka di hati pemuda itu. Sobekan itu pas, tetapi tidak sempurna, karena ada sisi-sisi yang tidak sama rata.

Pemuda itu melihat ke dalam hatinya, yang tidak lagi sempurna tetapi kini lebih indah dari sebelumnya, karena cinta kasih dari pak tua itu telah mengalir kedalamnya. Mereka berdua kemudian berpelukan dan berjalan beriringan.

Penulis Rusia yang hebat, Leo Tolstoy, pada suatu hari berjalan jalan, dan merasa kasihan pada seorang pengemis. Maka dia berhenti, dan ingin memberi uang kepada si pengemis. Ketika dia merogoh kantongnya, baru disadarinya dia tidak membawa uang.

Maka dijabatnya tangan si pengemis sambil berkata: "Saudaraku jangan marah, maafkan aku, hari ini aku tidak membawa uang." Si pengemis tiba2 matanya berbinar binar, dengan syukur dan penuh kebahagiaan dia berkata: " Aku tidak mungkin marah, perkataanmu telah merupakan penghargaan yang terbesar yang aku pernah rasakan selama ini."

Leo Tolstoy memang tidak memberi uang, tapi dia telah mengembalikan harga diri sorang pengemis yang biasanya selalu di rendahkan masyarakat. Dan nilai kata2 satu kalimat Tolstoy telah memberikan nilai yang jauh lebih besar dari uang yang bisa diberikan kepada pengemis.

Setiap manusia, apapun latar belakangnya, mempunyai kesamaan yang mendasar. Semuanya ingin dipuji, ingin diakui, ingin dihargai, ingin didengarkan, dan ingin dihormati.

Tidak peduli dia adalah pengemis, ataupun pebisnis, ataupun pengusaha kaya, selalu mempunya ego dan keinginan yang sangat manusiawi ini. Dan rahasia sederhana ini pasti akan meningkatkan kemampuan anda dalam berhubungan dengan siapapun didalam network anda.

Kita harus belajar melihat siapapun sebagai manusia yang mempunyai kelebihan sendiri dendiri. Kita harus mampu menghargai orang lain, dari dalam hati kecil kita. Tulus menganggap orang lain setara, atau bahkan lebih dari kita. Dengan demikian maka segala urusan komunikasi akan selesai dengan sendirinya. Dan anda akan lebih mudah mencapai sukses anda.

Seorang pria tersesat di gurun pasir, ia hampir mati kehausan dan akhirnya ia tiba di sebuah rumah kosong. Di depan rumah tua tanpa jendela dan hampir roboh, terdapat sebuah pompa. Segera ia menuju pompa itu dan mulai memompa sekuat tenaga, tapi tidak ada air yang keluar.

Lalu ia melihat ada kendi di sebelah pompa itu dengan mulutnya tertutup gabus & tertem pel kertas dengan tulisan, "Sahabat, pompa ini harus dipancing dengan air terlebih dahulu. Setelah Anda mendapatkan airnya, mohon jangan lupa mengisi kendi ini lagi sebelum Anda pergi."

Ia mencabut gabusnya & ternyata kendi itu berisi penuh air. "Apakah air ini harus dipergunakan untuk memancing pompa? Bagaimana kalo tidak berhasil? Maka tidak ada air lagi. Bukankah lebih aman saya minum airnya dulu daripada nanti mati kehausan kalau ternyata pompanya tidak berfungsi? Lalu untuk apa menuangkannya ke pompa karatan hanya karena instruksi di atas kertas kumal yang belum tentu benar?" Pikirnya.

Untung suara hatinya mengatakan bahwa ia harus mengikuti nasihat yang tertera di kertas itu sekali pun beresiko. Ia menuangkan seluruh isi kendi itu ke dalam pompa yang karatan itu dan dengan sekuat tenaga memompanya. Benar!! Air keluar dengan limpahnya dan ia dapat minum sepuasnya.

Setelah istirahat memulihkan tenaga dan sebelum meninggalkan tempat itu, ia mengisi kendi itu sampai penuh, menutupkan kembali gabusnya dan menambahkan beberapa kata di bawah instruksi pesan itu,

"Saya telah melakukannya dan berhasil. Engkau harus mengorbankan semuanya terlebih dahulu, sebelum bisa menerima kembali. PERCAYALAH !!!"

Barang siapa berhati egois dan terlampau mementingkan diri sendiri, ia tidak akan beroleh kemudahan dalam hidupnya.

Barang siapa berhati baik dan bertindak demi kepentingan orang lain maka ia akan memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya. Berkat dan damai sejahtera akan mengalir dalam hidupnya.

Seorang anak muda. Ia telah berusaha memberikan dasar yang kokoh bagi keluarganya. Namun ia menemukan kekosongan di dasar sanubarinya. Ia dilanda kecemasan dan kehilangan arah hidup. Semakin hari situasinya semakin parah. Ia memutuskan untuk pergi ke dokter sebelum menjadi amat terlambat.

Setelah mendengarkan keluhannya, dokter memberikan empat bungkus obat sambil berpesan; “Besok pagi sebelum jam sembilan pagi engkau harus menuju pantai seorang diri sambil membawa ke empat bungkus obat ini. Jangan membawa buku atau majalah. Juga jangan membawa radio atau tape. Di pantai nanti anda membuka bungkusan obat sesuai dengan waktu yang tercatat pada bungkusannya, yakni pada jam sembilan, jam dua belas, jam tiga dan jam lima. Dengan mengikuti resep yang ada di dalamnya aku yakin penyakitmu akan sembuh.”

Orang tersebut berada di antara percaya dan ragu akan resep yang diberikan dokter. Namun demikian pada hari berikutnya ia pergi juga ke pantai. Begitu tiba di pesisir pantai di pagi hari, sementara matahari pagi mulai muncul di ufuk timur dan laut biru memantulkan kembali sinarnya yang merah keemasan itu, sambil deru ombak datang silih berganti, hatinya dipenuhi kegembiraan yang amat dalam.

Tepat jam sembilan, ia membuka bungkusan obat yang pertama. Tapi tak ia dapati obat didalamnya, cuma secarik kertas dengan tulisan: “Dengarlah”. Aneh bin ajaib, orang tersebut patuh pada apa yang diperintahkan. Ia lalu duduk tenang mendengarkan desiran angin pantai serta deburan gelombang yang memecah bibir pantai. Ia bahkan secara perlahan-lahan mampu mendengarkan setiap detak jantungnya sendiri yang menyatu dengan melodi musik alam di pantai itu. Telah begitu lama ia tak pernah duduk dan menjadi sungguh tenang seperti hari ini. Ia terlampau sibuk dengan usahanya. Saat ini ia merasa seakan-akan jiwanya dibasuh bersih.

Jam dua belas tepat. Ia membuka bungkusan obat yang kedua. Tentu seperti halnya bungkusan yang pertama, tak ada obat yang didapati kecuali selembar kertas bertulis, “Mengingat”. Ia beralih dari mendengarkan musik pantai yang indah dan nyaman itu dan perlahan-lahan mengingat setiap jejak langkahnya sendiri sejak kanak-kanak. Ia mengingat masa-masa sekolahnya dulu, mengingat kedua orang tuanya yang senantiasa memancarkan kasih di wajah mereka. Ia juga mengingat semua teman yang ia cintai dan tentu juga mencintainya. Ia merasakan ada segumpal kekuatan dan kehangatan hidup memancar dari dasar batinnya.

Ketika ia membuka bungkusan ketiga saat waktu menunjukan jam tiga tepat, ia menemukan secaraik kertas dengan tulisan: “Menimbang dan menilai motivasi.” Ia memejamkam mata, memusatkan perhatiannya untuk menilai kembali niat pertama ketika ia membangun usahanya. Saat itu yang menjadi inspirasi utama ia membuka usahanya adalah secara gigih bekerja untuk melayani kebutuhan sesamanya. Namun ketika usahanya kini telah memperoleh bentuknya, ia lupa hal ini dan hanya berpikir tentang keuntungan yang bakal diperoleh. Keuntungan kini menjadi penguasa dirinya, ia telah berubah menjadi manusia yang egoistis, serta lupa memperhatikan nasib orang lain. Ia kini seakan telah mampu melihat akar penyakitnya sendiri, ia menemukan alasan yang senantiasa membuatnya cemas.

Ketika matahari telah hilang dan bentangan laut berubah merah, ia membuka bungkusan obatnya yang terakhir. Di sana tertulis: “Tulislah segala kecemasanmu di bibir pantai.” Ia menuju bibir pantai, lalu menuliskan kata “cemas”. Ombak datang serentak dan menghapus apa yang baru dituliskannya. Bibir pantai seakan disapu bersih, kata “cemas” yang baru ditulisnya hilang ditelan ombak.

Siapakah tokoh utama dalam kisah di atas??? Mungkin saya, mungkin pula anda. Pernahkah kita secara tulus mendengarkan bahasa batin kita sendiri? Atau pernahkah kita mengingat segala yang manis maupun pahit yang terjadi di masa silam namun telah membentuk siapa kita saat ini?? Apa yang menjadi motivasi utama hidup kita hari ini dan besok?? Dan apa kecemasan kita?

TULISLAH KATA CEMAS, KUATIR, DAN TAKUT DIATAS PASIR SUPAYA DAPAT HILANG DITELAN OMBAK.
TULISLAH KATA SENANG, GEMBIRA, BAHAGIA DIATAS BATU SUPAYA TIDAK DAPAT HILANG DENGAN SEKEJAP