Suatu hari, seorang pedagang kaya datang berlibur ke sebuah pulau yang masih asri dan agak terpencil letaknya. Saat merasa bosan, dia berjalan-jalan keluar dari villa tempat dia menginap dan menyusuri tepian pantai. Lalu, dia melihat di dekat dinding karang, seseorang sedang duduk menunggui stik pancing. Dia pun menghampiri sambil menyapa,

"Selamat siang.. Sedang memancing, Pak?"

Sambil menoleh si nelayan menjawab, "Benar, Tuan. Mancing satu-dua ikan untuk makan malam keluarga kami."

"Lho, kenapa cuma satu-dua ikan pak? Kan banyak ikan di laut ini. Kalau bapak mau sedikit lebih lama duduk disini, tiga-empat ekor ikan pasti dapat kan?" Si pedagang dalam hatinya mulai menilai si nelayan sebagai orang malas.

"Apa gunanya buat saya?" tanya si nelayan keheranan.

"Ambil satu-dua ekor ikan untuk disantap keluarga bapak. Sisanya kan bisa dijual. Hasil penjualan ikan bisa ditabung untuk membeli alat pancing yang lebih baik sehingga hasil pancingan bapak bisa lebih banyak lagi," katanya menjelaskan, dengan nada menggurui.

"Ah, apa gunanya bagi saya?" tanya si nelayan semakin keheranan.

"Begini, Pak. Dengan uang tabungan yang lebih banyak, bapak bisa membeli jala. Bila hasil tangkapan ikan semakin banyak, uang yang dihasilkan juga lebih banyak, bapak bisa saja membeli sebuah perahu. Dari satu perahu bisa bertambah menjadi armada penangkapan ikan. Bapak bisa memiliki perusahaan sendiri. Suatu hari bapak akan menjadi seorang nelayan yang kaya raya."

Nelayan yang sederhana itu memandang si turis dengan penuh tanda tanya dan kebingungan. Dia berpikir, laut dan tanah telah menyediakan banyak makanan bagi dia dan keluarganya, mengapa harus dihabiskan untuk mendapatkan uang? Mengapa dia ingin merampas kekayaan alam sebanyak-banyaknya untuk dijual kembali. Sungguh tidak masuk diakal ide yang ditawarkan kepadanya.

Sebaliknya, merasa hebat dengan ide bisnisnya si pedagang kembali meyakinkan, "Kalau bapak mengikuti saran saya, bapak akan menjadi kaya dan bisa memiliki apa pun yang bapak mau."

"Apa yang bisa saya lakukan bila saya memiliki banyak uang?" tanya si nelayan.

"Bapak bisa melakukan hal yang sama seperti saya lakukan, setiap tahun bisa berlibur, mengunjungi pulau seperti ini, duduk di dinding pantai sambil memancing."

"Lho, bukankan hal itu yang setiap hari saya lakukan tuan, kenapa harus menunggu berlibur baru memancing?" kata si nelayan menggeleng-gelengkan kepalanya semakin heran.

Mendengar jawaban si nelayan, si pedagang seperti tersentak kesadarannya bahwa untuk menikmati memancing ternyata tidak harus menunggu kaya raya.

Pepatah mengatakan, "Jangan mengukur baju dengan badan orang lain." Si pedagang mungkin benar melalui analisa bisnisnya. Dia pun merasa apa yang dilakukan oleh si nelayan terlalu sederhana dan monoton. Berusaha dan berjuang mendapatkan uang dan kekayaan sebanyak-banyaknya adalah hal yang wajar.

Sedangkan bagi si nelayan, dengan pikiran yang sederhana, mampu menerima apapun yang diberikan oleh alam dengan puas dan ikhlas. Sehingga hidup dijalani setiap hari dengan rasa syukur dan berbahagia.

Memang ukuran "bahagia", masing-masing orang pastilah tidak sama. Semua kembali kepada keikhlasan dan cara kita mensyukuri, apapun yang kita miliki saat ini!

TUHAN MEMBERKATI ANDA DAN KELUARGA!
Kisah nyata yang bagus sekali untuk contoh kita semua yang saya dapat dari millis sebelah (kisah ini pernah ditayangkan di MetroTV).

Ini cerita nyata, beliau adalah Bapak Eko Pratomo Suyatno, Direktur Fortis Asset Management yang sangat terkenal di kalangan Pasar Modal dan Investment, beliau juga sangat sukses dalam memajukan industri Reksadana di Indonesia. Apa yang diutarakan beliau adalah sangat benar sekali. Silakan baca dan dihayati.

Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yang sudah senja bahkan sudah mendekati malam, Pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua.Mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Mereka dikarunia 4 orang anak.

Disinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak keempat tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Itu terjadi selama 2 tahun. Menginjak tahun ke tiga, seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari Pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja, dia letakkan istrinya di depan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum.

Untunglah tempat usaha pak suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas sore dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa-apa saja yang dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang, bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.

Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke 4 buah hati mereka, sekarang anak-anak mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yang masih kuliah.

Pada suatu hari, ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah, sudah tinggal dengan keluarga masing-masing dan Pak Suyatno memutuskan ibu mereka dia yang merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.

Dengan kalimat yang cukup hati-hati anak yang sulung berkata “Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu, tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak, bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu”.

Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-kata: “sudah yang keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya,­­ kapan bapak menikmati masa tua bapak, dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat bapak. Kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian”.

Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga anak-anaknya: “Anak-anakku… Jikalau perkawinan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah.. tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian. Sejenak kerongkongannya­­ tersekat, kalian yang selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yang tidak satupun dapat dihargai dengan apapun.”

“Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaannya seperti ini? Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain? Bagaimana dengan ibumu yg masih sakit.”

Sejenak meledaklah tangis anak-anak pak suyatno. Merekapun melihat butiran-butiran­­ kecil jatuh dipelupuk mata ibu Suyatno. Dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu.

Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan mereka pun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno, kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yang sudah tidak bisa apa-apa.

Disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yang hadir di studio, kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru. Disitulah Pak Suyatno bercerita..

”Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi (memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian) itu adalah kesia-siaan”.

“Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yang lucu-lucu. Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama. Dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit…”

** Semoga cerita ini bermanfaat untuk kita renungkan , tentang "Arti Sebuah Kesetiaan", Amin....

Note: Selagi ada waktu maksimalkan waktumu untuk orang-orang yang kamu sayangi, Gusti Mberkahi...
Joni merasa sangat terkejut ketika melihat papan pengumuman dikampusnya. Di papan tersebut tertempel nilai hasil ujian akhir mata kuliah kalkulus. Dia sebenarnya tidak berharap banyak dengan nilainya ini, karena dari 4 soal ujian kemarin, hanya 1 soal saja yang dapat Dia kerjakan sampai jawaban akhir. Itupun dia tidak tahu jawabannya tersebut benar atau salah. Dia berpikir dia akan gagal dalam ujian kali ini. Tetapi ternyata sebaliknya, dia mendapatkan nilai yang cukup memuaskan. Dia mendapatkan nilai 80. Joni bingung, nilai siapakah itu? Dia takut jika nilainya tertukar dengan orang lain, maka Joni memberanikan diri untuk bertanya kepada dosen pengampu mata kuliah tersebut. Dia menceritakan apa yang dia kerjakan. Dengan tenang dosennya menjawab, “Saya tidak pernah melihat sebuah pekerjaan dari hasil akhirnya. Saya menghargai setiap proses yang mahasiswa kerjakan. Memang benar hanya 1 jawaban kamu yang benar, tapi 3 soal yang lainpun juga kamu kerjakan walaupun tidak sampai hasil akhir. Tetapi dari proses pengerjaanmu itu saya bisa melihat bahwa kamu sebenarnya paham meteri saya.”

Sama seperti kehidupan kita, yang tepenting bukanlah hasil akhirnya melainkan proses yang ada di dalamnya. Memang benar hasil akhir itu penting, tetapi jauh lebih penting proses bagaimana kita dapatkan hasil akhir tersebut. Melalui proses tersebut kita dapat belajar banyak hal, melalui proses pula kita dapat menjadi pribadi yang semakin dewasa.

Mudah bagi kita berkata saya siap melalui setiap proses untuk dibentuk seturut kehendak Tuhan. Satuhal yang perlu kita ketahui, sebuah proses itu tidaklah mudah. Untuk menjadi keramik yang cantik, tanah liat harus mengalami banyak proses. Tanah liat mulai di proses dengan dipisahkan dengan batu, kerikil, dan kotoran-kotoran, kemudian dibentuk di atas sebuah meja berputar, dipukul-pukul, ditekan, didorong, sampai bentuknya menjadi cantik. Tidak sampai disitu, setelah dibentuk sebuah tanah liat perlu dibakar dan dijemur beberapa kali untuk menghasilkan keramik yang begitu menawan. Proses yang sangat lama dan menyakitkan. Begitu juga dengan kita, perlu pengorbanan untuk menjadi seorang pribadi yang berkenan di hadapan Tuhan. Jatuh bangun menghadapi permasalahan hidup, rasa sakit ketika dibersihkan dari segala ego, kebiasaan buruk, kesombongan kita, dan proses-proses yang lain merupakan sesuatu yang harus kita jalani. Sekarang tinggal kitanya, mau tidak menjalani proses pendewasaan diri yang berat ini.

Apa yang dirancangkan Tuhan bagi hidup kita adalah sebuah masterplan yang sempurna bagi setiap kita. Sesakit apapun proses itu, ingatlah bahwa semua itu bertujuan mendatangkan kebaikan bagi kita.

Gusti mberkahi.
Menurut sebuah dongeng dari Cina, ada seorang raja yang sudah tua dan mulai mencari penggantinya. Maka pada suatu hari, ia memerintahkan supaya semua orang muda di dalam kerajaannya dikumpulkan di istana.

"Saatnya sudah datang supaya aku memilih dari antara kalian seorang yang akan menggantikan aku." Anak-anak muda itu semua kaget. "Aku akan menyerahkan kepada kamu masing-masing sebuah biji yang sangat istimewa." Raja itu melanjutkan perkataannya. "Tanamkanlah, siramilah dan peliharalah baik-baik biji itu, dan kembalilah tahun depan. Aku akan menilai tanaman-tanaman yang akan kalian bawa, kemudian salah seorang dari kalian akan terpilih untuk menjadi raja berikutnya!" 

Seorang pemuda menerima bijinya bersama dengan yang lain. Namanya Ling. Penuh dengan semangat dia membawa pulang biji itu dan menceritakan segalanya kepada ibunya yang segera membantunya mencari pot bunga, mengisinya dengan tanah dan menanamkan biji itu.

Setelah beberapa minggu, Ling menjadi sedih karena tanaman tidak pernah muncul, bahkan biji itu sepertinya sudah mati. Padahal semua teman-temannya bercerita bagaimana bijinya masing-masing telah menjadi tanaman yang indah! Ling merasa sungguh kecewa dan gagal.

Saatnya telah tiba untuk kembali ke istana dan membawa tanaman supaya diperiksa oleh raja. Ling merasa tidak pantas untuk menghadap raja dengan pot bunga yang isinya cuma biji yang sudah busuk dan mati! Namun sang ibu menasihatinya supaya tetap datang ke istana dan katakan apa adanya dengan jujur.

Semua orang memberi hormat pada saat sang raja muncul dan mulai memeriksa tanaman-tanaman yang mereka bawa. "Hari ini salah seorang dari kalian akan menjadi penggantiku, " ia mengumumkan sambil menyalami mereka. Tiba-tiba ia berjumpa dengan Ling yang sudah bingung dan ketakutan di belakang, apalagi pada saat dia dipanggil oleh raja supaya maju ke depan. "Mungkin sekarang aku akan dijatuhi hukuman karena kegagalanku ini!" dia hanya bisa berpikir dengan penuh kecemasan.

Tetapi betapa kagetnya pada saat mendengarehormakan sang raja mengumumkan, "Lihatlah rajamu yang berikutnya!" sambil menunjuk kepada Ling. Dia merasa begitu sulit untuk percaya. Dia telah gagal menumbuhkan dan memelihara biji dari raja. Bagaimana mungkin dialah yang dapat ktan yang luar biasa itu? "

Tahun yang lalu," sang raja berkata, "aku memberikan kamu masing-masing sebuah biji. Aku menyuruh kamu untuk menanamkannya, menyirami dan memeliharanya, dan membawanya kembali kesini pada hari ini. Sesungguhnya biji-biji yang kalian terima itu adalah biji-biji yang telah direbus dan tak mungkin bertumbuh.

Kalian semua, kecuali Ling disini, membawa kepada saya tanaman dan pohon yang indah. Saat kalian menemukan bahwa biji dari saya tidak bisa tumbuh, kalian menggantikannya dengan biji yang lain! Hanya Ling satu-satunya yang berani dan jujur membawa ke istana pot tanaman yang berisi biji yang asli dari saya. Oleh karena itu, dialah yang kupilih menjadi penggantiku! "

Jika kamu menanamkan KEJUJURAN, kamu akan menuai KEPERCAYAAN.

Jika kamu menanamkan KEBAIKAN, kamu akan menuai SAHABAT-SAHABAT.

Jika kamu menanamkan KERENDAHAN HATI, kamu akan menuai KEHORMATAN.

Jika kamu menanamkan KETEKUNAN, kamu akan menuai KEMENANGAN.

Jika kamu menanamkan KERJA KERAS, kamu akan menuai SUKSES.

Jika kamu menanamkan PENGAMPUNAN, kamu akan menuai PERDAMAIAN.

Jika kamu menanamkan IMAN, kamu akan menuai MUKJIZAT-MUKJIZAT.

Gusti mberkahi.
Seorang ibu guru setelah makan malam, dia mulai memeriksa PR yang dikerjakan oleh para siswanya. Saat itu, suaminya berjalan di dekatnya denga ponsel pintar sambil Belajar

Ketika membaca catatan terakhir,
ibu guru itu mulai menangis dengan air mata berlinang...

Suaminya melihat hal itu dan bertanya, "Mengapa kamu menangis sayang? Apa yang terjadi?"

Istri: Kemarin saya memberikan pekerjaan rumah kepada para siswa saya, untuk menulis sesuatu tentang topik: "Yang Saya Inginkan?"

Suami: "OK, tapi kenapa kamu menangis?"

Istri: "Memeriksa catatan mereka itulah yang membuat saya menangis."

Suami ingin tahu: "Apa yang tertulis dalam catatan yang membuat kamu menangis?"

Istri: "Dengarkan tulisan anak ini. .."

"Keinginan saya adalah untuk menjadi sebuah ponsel pintar."

Orang tua saya sungguh sangat mencintai ponsel pintar mereka....

Mereka peduli ponsel pintar mereka, sehingga kadang-kadang mereka lupa untuk peduli kepada aku. Ayah saya pulang dari kantor lelah, ia memiliki banyak waktu untuk ponsel pintarnya, tapi tidak bagi saya.

Ketika orang tua saya melakukan beberapa pekerjaan penting dan ponsel pintar berdering, dengan segera mereka mengangkat teleponnya, tapi tidak untuk aku, bahkan jika aku merengek menangis pun. Mereka bermain game di ponsel pintar, mereka tidak bermain dengan saya.

Mereka berbicara dengan seseorang di telepon pintar mereka, mereka tidak pernah mendengarkan saya, bahkan sekalipun saya mengatakan sesuatu yang penting.

Jadi, keinginan saya adalah untuk menjadi sebuah Ponsel Pintar."

Setelah mendengarkan catatan anak murid itu, sang suami tersentuh dan bertanya kepada istrinya, "Siapa menulis itu sayang?"

Istri: "Anak kita...!!"

Hallo semua....

Gadget sungguh bermanfaat, tetapi itu semua adalah untuk kemudahan saja. Janganlah kita berhenti mencintai anggota keluarga danborang-orang yang mencintai kita. Anak-anak melihat dan merasakan segala sesuatu apa yang terjadi di sekitar mereka....

sumber: icampusindonesia
Seorang putra tidak suka tinggal di rumah, karena ayah ibunya selalu ‘ngomel’, ia tak suka bila ayahnya mengomelinya untuk hal-hal kecil ini....

"Nak ! Kalau keluar kamar matikan kipas anginnya."
“Matikan TV, jangan biarkan hidup tapi tak ada yang menonton !

“Simpan pena yang jatuh ke kolong meja di tempatnya !”

Tiap hari dia harus ta'at pada hal-hal ini sejak kecil, saat bersama keluarga di rumah.

Maka tibalah hari ini, saat dia menerima panggilan untuk wawancara kerja...

“Dalam hati dia berkata : "Begitu mendapat pekerjaan, saya akan sewa rumah sendiri.
Tak akan ada lagi omelan ibu ayah," begitu pikirnya.

Ketika hendak pergi untuk interview, ayahnya berpesan :

“Nak ! Jawablah pertanyaan yang diajukan tanpa ragu-ragu.

Bahkan jika engkau tidak tahu jawabannya, katakan sejujurnya dengan percaya diri....”

Ayahnya memberinya uang lebih banyak dari ongkos yang dibutuhkan untuk menghadiri wawancara....

Setiba di pusat wawancara, diperhatikannya bahwa tidak ada penjaga keamanan di gerbang.

Meskipun pintunya terbuka, gerendelnya menonjol keluar, dan bisa membuat yang lewat pintu itu menabrak atau bajunya tersangkut grendel.

Dia geser gerendel ke posisi yang benar, menutup pintu dan
masuk menuju kantor.

Di kedua sisi jalan dia lihat tanaman bunga yang indah.
Tapi ada air mengalir dari selang dan tak ada seorang pun disekitar situ.
Air meluap ke jalan setapak.

Diangkatnya selang dan diletakkannya di dekat salah satu tanaman dan melanjutkan kembali langkahnya.

Tak ada seorang pun di area resepsionis.
Namun, ada petunjuk bahwa wawancara di lantai dua. ...

Dia perlahan menaiki tangga.

Lampu yang dinyalakan semalam masih menyala, padahal sudah pukul 10 pagi.

Peringatan ayahnya terngiang di telinganya :

"Mengapa kamu meninggalkan ruangan tanpa mematikan lampu ?"

Dia merasa agak jengkel oleh pikiran itu, namun dia tetap mencari saklar dan mematikan lampu.

Di lantai atas di aula besar dia lihat banyak calon duduk menunggu giliran.

Melihat banyaknya pelamar, dia bertanya-tanya, apakah masih ada peluang baginya untuk diterima ?

Diapun menuju aula dengan sedikit gentar dan menginjak karpet dekat pintu bertuliskan "Selamat Datang" ...

Diperhatikannya bahwa karpet itu terbalik. Spontan saja dia betulkan, walau dengan sedikit kesal.

Dilihatnya di beberapa baris di depan banyak yang menunggu giliran, sedangkan barisan belakang kosong.

Terdengar suara kipas angin, dimatikanya kipas yang tidak dimanfaatkan dan duduk di salah satu kursi yang kosong....

Banyak pria memasuki ruang wawancara dan segera pergi dari pintu lain.

Sehingga tak mungkin ada yang bisa menebak apa yang ditanyakan dalam wawancara.

Tibalah gilirannya, dia masuk dan berdiri di hadapan pewawancara dengan agak gemetar dan pesimis....

Sesampainya di depan meja,  pewawancara langsung mengambil sertifikat, dan tanpa bertanya langsung berkata :
"Kapan Anda bisa mulai bekerja ?"

Dia terkejut dan berpikir, "apakah ini pertanyaan jebakan, atau tanda bahwa telah diterima untuk bekerja disitu ?"
Dia bingung.

Apa yang Anda pikirkan ?" tanya sang boss lalu melanjutkan :

"Kami tidak mengajukan pertanyaan kepada siapa pun di sini.

Sebab hanya dengan mengajukan beberapa pertanyaan, kami tak akan dapat menilai siapa pun.

Tes kami adalah untuk menilai sikap orang tersebut...

Kami melakukan tes tertentu berdasarkan sikap para calon...

Kami mengamati setiap orang melalui CCTV, apa saja yg dilakukannya ketika melihat  gerendel di pintu, selang air yang mengalir, keset "selamat datang", kipas atau lampu yang tak perlu...

Anda satu-satunya yang melakukan.
Itu sebabnya kami memutuskan untuk memilih Anda !”

Hatinya terharu, dia ingat ayahnya....
Dia yg selalu merasa jengkel terhadap disiplin dan omelan ibu ayahnya.

Kini dia menyadari bahwa justru omelan dan disiplin yg ditanamkan orang tuanyalah yang membuatnya diterima pada perusahaan yang diinginkannya...

Kekesalan dan kemarahannya pada ayahnya seketika sirna...

.....Hanya Anda satu-satunya yang melakukan apa yang kami harapkan dari seorang manajer, maka kami putuskan menerima Anda bekerja disini.......

Ayah ! Ma'afkan anakmu,  bisiknya dalam hati penuh rasa haru dan bersyukur.

Dia akan minta maaf kepada ayahnya, dia akan ajak ayahnya melihat tempat kerjanya...
Dia pulang ke rumah dengan bahagia...

Apapun yang orang tua katakan pada anaknya,  adalah demi kebaikan anak-anak itu sendiri, untuk menyiapkan masa depan yang baik !

"Batu karang tak akan menjadi patung yang indah bernilai tinggi, jika tak dapat menahan rasa sakit saat pahat bekerja memotongnya"...

Untuk menjadi pribadi  yang indah, kita perlu menerima dan mematuhi nasehat yang baik.

Kebiasaan baik akan muncul dari perilaku buruk yang dipahat dan dibuang dari diri kita...

Ibu menggendong anak di pinggangnya untuk memeluk, memberi makan dan untuk membuatnya tidur..

Tetapi ayah mengangkat anak dan mendudukkan di pundaknya, untuk membuatnya melihat dunia yang tidak bisa dilihat anaknya...

Ayah dan ibu adalah pahlawan, yang kasih sayangnya layaknya guru yang mendampingi anak sepanjang kehidupan...

Perlakukanlah orangtua sebaik-baiknya, agar jadi contoh dan bimbingan dari generasi ke generasi, yang menerima estafet kehidupan..

salam hangat
Orangtuamu
Di dekat danau itu banyak batu2an dan terdapat sebuah papan bertuliskan :
"Yang mengambil batu akan menyesal...
Yang tdk mengambil batu juga akan menyesal..."

Heran dengan kalimat itu, ada yg malah tertarik untuk mengambil beberapa butir batu2 itu utk melihat apa yg akan terjadi selanjutnya...

Beberapa yg lainnya tdk terlalu menggubrisnya. Jadi mereka tdk mengambil batu2 itu dan lbh tertarik utk menikmati segarnya air di oase itu...
Setelah kembali ke Eropa, mereka menyuruh ahli batu2 utk memeriksa batu2an yg mereka bawa...

Betapa terkejutnya mereka krn ternyata batu2an itu adalah sejenis Safir yg dari luar tampaknya jelek tapi di dalamnya merupakan permata yang sangat indah dan mahal harganya...
Yg tdk membawa batu itu jadi menyesal krn tdk membawanya, tetapi yg membawanya pun akhirnya menyesal krn tdk membawa lebih banyak lagi...

Bukankah hidup manusia serupa seperti cerita diatas?
Kita mempunyai kehidupan yang sangat berharga... Namun bukankah kita seringkali kurang menghargai masa hidup ini, Justru di saat kita masih bisa hidup lebih lama lagi?

Hidup ini begitu bernilai...
Jauh lebih bernilai dari Permata...
agar tdk menyesal di kemudian hari, Jalanilah hidup dgn maksimal...

Belajar dg maksimal..
Bekerja dengan maksimal, Mengasihi dengan maksimal,
Berkarya dengan maksimal...

usahakan yg terbaik selama anda mempunyai kesempatan dan yakinlah anda tdk perlu menyesal di kemudian hari...