Alkisah, di sebuah desa, tinggal tiga orang sahabat karib yang punya hobi berbeda-beda. Yang pertama, hobinya membaca. Yang kedua, kegemarannya bermain-main dengan siapa saja, sehingga ia mudah bergaul ke mana pun. Sedangkan yang ketiga, ia adalah seorang olahragawan. Meski berbeda kegemaran, mereka bertiga sangat akrab dan saling mengisi satu sama lain.

Suatu kali, ada sebuah perlombaan ketangkasan yang digelar kerajaan. Hadiahnya menggiurkan, yakni sebidang tanah garapan di ibukota. Siapa yang menang, perorangan atau kelompok, akan mendapatkan hadiah itu serta diangkat menjadi penasihat kerajaan. Karena itu, banyak orang berbondong-bondong mencoba mengikuti lomba tersebut.

Singkat cerita, ada dua kelompok yang akhirnya masuk ke babak final. Yang pertama adalah kelompok dari tiga pemuda satu desa tadi. Sedangkan yang kedua adalah kelompok orang kota yang merasa tahu segalanya. Merasa hidup di kota dengan akses yang lebih luas, mereka yakin akan segera jadi pemenang. Apalagi, setelah tahu lomba terakhir adalah berburu rusa di hutan kerajaan. Pemuda kota yakin sekali akan jadi pemenang karena sudah beberapa kali belajar menangkap rusa di halaman kerajaan.

Pada hari yang telah ditentukan, dua kelompok pemuda itu pun segera beraksi. Kelompok pemuda kota membawa peralatan seadanya, seperti yang biasa mereka bawa saat berburu rusa di halaman kerajaan, seperti yang sudah sering mereka praktikkan. Sedangkan para pemuda desa, mempersiapkan dengan matang untuk memenangkan lomba itu. Si pehobi baca, belajar apa saja tentang kehidupan rusa di hutan. Si suka bermain, dengan pergaulannya yang luas bertanya ke sana kemari tentang bagaimana cara terbaik untuk menangkap rusa secepatnya. Si olahragawan, dengan cekatan membuat berbagai jebakan sesuai instruksi teman-temannya.

Hasilnya, karena sudah disiapkan lebih matang sesuai dengan pembelajaran dan pengetahuan yang didapat dari banyak sumber, kelompok pemuda desa berhasil menjadi yang pertama berhasil menangkap rusa liar di hutan. Sedangkan pemuda kota, karena rusa yang harus ditangkap adalah rusa liar yang berbeda dengan latihan yang mereka dapat di kota, tak berhasil menangkap satu pun rusa. Sehingga, para pemuda desa dengan gabungan pengetahuan serta pengalaman, berhasil menjadi pemenang.

Dari kisah di atas kita belajar, teori hebat yang dimiliki ternyata tak bisa langsung diterapkan di kehidupan sebenarnya. Begitu juga saat kita membaca banyak buku yang beredar. Sering kali, semua itu menjadi sesuatu yang berbeda saat dipraktikkan. Maka, bila saat dipraktikkan saja harus butuh pengalaman dan pembelajaran langsung di lapangan, apalagi yang hanya dibiarkan mengendap sebagai teori atau sekadar bacaan?

Maka, sudah selayaknya membuat kita sadar untuk mau “terjun” langsung di lapangan. Bukan sekadar untuk mempraktikkan teori apa yang kita miliki, tapi juga menambahkan pengalaman yang akan memperkaya kehidupan. Sehingga, apa yang kita lakukan dan jalankan—ditambah pengetahuan yang didapat dari berbagai bacaan—mampu menjadikan hidup penuh keluarbiasaan.

Sukses selalu untuk Anda.


Alkisah, ada seekor burung hantu yang menempuh perjalanan siang dan malam untuk pindah ke hutan lain.

Dalam perjalanan panjang ini,ia bertemu dengan seekor burung perkutut. Si Perkutut heran melihat burung yang begitu tergesa-gesa. Katanya, “Hai, Burung Hantu! Anda hendak kemana?”

Burung hantu berputar sejenak di angkasa, lalu menjawab, ”Aiih! Terlalu sulit untuk bergaul dengan para tetangga daerah ini. Anda kan tahu, saya memiliki bakat bernyanyi, jika malam tiba, saya sangat suka bersenandung. Tapi, yah… sepertinya mereka semua tidak suka mendengar suara saya. Apa boleh buat? Lebih baik saya meninggalkan tempat ini dan pindah ke hutan lain!”

Mendengar hal ini, burung perkutut berkata, ”Burung Hantu, Anda kan telah tinggal di sini puluhan tahun lamanya. Semua tetangga kiri dan kanan telah mengenal Anda. Mengapa harus pindah ke tempat asing..?”

Perkutut melanjutkan, “Menurut saya, lebih baik Anda ubah sedikit nada suara nyanyian Anda. Para tetangga pasti akan menyukainya. Jika tidak begitu, kemana pun Anda pergi, sama saja. Anda akan tetap tidak disukai.”

Mendengar penuturan burung perkutut, dengan malu burung hantu menundukkan kepalanya. Tak lama, ia terlihat terbang kembali menuju rumahnya di hutan Lama.

Sahabat luar biasa,

Jika Anda kerap kali mengalami perselisihan dengan orang-orang di sekitar atau merasa rekan/teman sering mempersulit diri Anda, sebaiknya Anda mencoba mengoreksi diri sendiri—bukannya selalu menyalahkan orang lain.

Apabila kita selalu melemparkan semua kesalahan pada lingkungan sekitar serta tidak mau merenungi diri sendiri, maka sama halnya dengan si burung hantu. Ke mana pun kita pergi, tidak akan pernah disukai...

Semoga bisa menjadi bahan perenungan.
Gusti mberkahi.



Suatu malam, seorang wanita berusia 20-an tahun bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, ia segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang. Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tidak mempunyai uang.

Pemilik kedai melihat si anak berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata: “Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?”.

“Ya, tetapi, aku tidak membawa uang”, jawab si wanita dengan malu-malu.

“Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu”, jawab si pemilik kedai. “Silakan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu”.

Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Si wanita segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang.

“Ada apa nona?”, tanya si pemilik kedai. “Tidak apa-apa”, aku hanya terharu jawab wanita itu sambil mengeringkan air matanya.

“Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi ! Tetapi, ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi. Anda seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri”, katanya kepada pemilik kedai.

Setelah mendengar perkataannya, pemilik kedai itu menarik nafas panjang lalu berkata: “Nona, mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya”.

Si wanita terhenyak mendengar hal tersebut. “Mengapa aku tidak berpikir tentang hal itu? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal, aku begitu berterima kasih. Tetapi kepada ibuku yang memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya”.

Dia segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus diucapkan kepada ibunya. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya berwajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengannya, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah, ”Nak, kau sudah pulang? Cepat masuklah, Ibu telah menyiapkan makan malam. Makanlah dahulu sebelum kau tidur. Makanan akan dingin jika kau tidak memakannya sekarang”. Pada saat itu si wanita tidak dapat menahan tangisnya. Ia pun menangis di pelukan ibunya.

Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kepada orang yang sangat dekat dengan kita, khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup kita. Terkadang kita sulit atau lebih tepatnya tidak mau untuk melihat dan menghargai pertolongan yang diberikan oleh orang-orang yang sudah sangat kita kenal. Untuk menghargai cinta kasih mereka, kita menganggap itu sebagai suatu keharusan, sebuah kewajiban.

Renungkanlah:

- Kapan kita terakhir kali menelpon Ibu ? - Kapan kita terakhir mengundang Ibu ? - Kapan terakhir kali kita mengajak Ibu jalan2 ? - Kapan terakhir kali kita memberikan kecupan manis dengan ucapan terima kasih kepada Ibu kita ? -Dan kapankah kita terakhir kali berdoa untuk Ibu kita ?

Berikanlah kasih sayang selama Ibu kita masih hidup, percuma kita memberikan bunga maupun tangisan apabila Ibu telah berangkat, karena Ibu tidak akan bisa melihatnya lagi.

SELAMAT HARI IBU