“Berapa saya harus membayar untuk bantuanmu, Bryan?” tanya wanita tua tersebut kepada laki-laki yang sudah menolong memperbaiki mobilnya yang mogok.

“Saya tulus membantu Anda, Nyonya. Jika Anda ingin membalas jasa saya, lakukanlah pada orang yang membutuhkan pertolongan Anda,” ucap Bryan sambil tersenyum dan kemudian pamit pergi.

Seorang pramusaji terheran-heran karena menemukan uang sebesar 1000 dollar dengan secarik pesan, “Jangan pernah berhenti berbuat baik,” dari seorang wanita tua yang ia layani baru saja. Wanita tersebut menghilang bersama dengan uang dan secarik pesan tersebut.

Selesai bekerja, pramusaji itu pulang ke rumah dengan hati yang gembira. Ia tak habis pikir, bagaimana wanita itu bisa tahu kalau ia dan suami sangat membutuhkan uang untuk kelahiran bayi mereka. Setelah mandi, ia masuk ke kamar dan melihat suaminya sudah tidur terlebih dulu. Dengan lembut ia mengecup kening suaminya, “Biaya kelahiran anak kita sudah Tuhan cukupkan, Bryan sayang.”

Di saat Anda tidak egois dan tidak hanya memikirkan kebutuhan dan kesenangan Anda sendiri, saat itu Anda akan dengan rela menabur kebaikan, keuangan, tenaga, pikiran, bahkan senyum, Anda. 

Memang tampaknya Anda kehilangan sesuatu, namun justru saat itu akan menjadi saat dimana Tuhan menganugerahkan kepada Anda hal-hal besar yang melebihi apa yang Anda lihat, pikirkan, dan rancangkan. 

Selamat Mencoba. Gusti Mberkahi.



Saat itu malam hujan badai, seorang laki-laki tua dan istrinya masuk ke sebuah lobby hotel kecil di Philadelphia. 

Mencoba menghindari hujan, pasangan ini mendekati meja resepsionis untuk mendapatkan tempat bermalam. ”Dapatkah Anda memberi kami sebuah kamar disini?” tanya sang suami. 

Sang pelayan, seorang laki-laki ramah dengan tersenyum memandang kepada pasangan itu dan menjelaskan bahwa ada tiga acara konvensi di kota. ”Semua kamar kami telah penuh,” pelayan berkata. ”Tapi saya tidak dapat mengirim pasangan yang baik seperti Anda, keluar kehujanan pada pukul satu dini hari. Mungkin Anda mau tidur di ruangan milik saya? Tidak terlalu bagus, tapi cukup untuk membuat Anda tidur dengan nyaman malam ini.” 

Akhirnya pasangan ini setuju. Ketika pagi hari saat tagihan dibayar, laki-laki tua itu berkata kepada sang pelayan, ”Anda seperti seorang manager yang baik yang seharusnya menjadi pemilik hotel terbaik di Amerika. Mungkin suatu hari saya akan membangun sebuah hotel untuk Anda.” Sang pelayan hanya tersenyum. 

Dua tahun berlalu. Sang pelayan hampir melupakan kejadian itu ketika ia menerima surat dari laki-laki tua tersebut dan disertai dengan tiket pulang-pergi ke New York, meminta laki-laki muda ini datang mengunjungi pasangan tua tersebut. 

Laki-laki tua ini bertemu dengannya di New York, dan membawa dia ke sudut Fifth Avenue and 34th Street. Dia menunjuk sebuah gedung baru yang megah disana, sebuah istana dengan batu kemerahan, dengan menara yang menjulang ke langit. ”Itu adalah hotel yang baru saja saya bangun untuk engkau kelola,” kata laki-laki tua itu. ”Anda pasti sedang bergurau,” jawab laki-laki muda. ”Saya jamin, saya tidak,” kata laki-laki tua itu, dengan tersenyum lebar. 

Nama laki-laki tua itu adalah William Waldorf Astor dan struktur bangunan megah tersebut adalah bentuk asli dari Waldorf-Astoria Hotel. Laki-laki muda yang kemudian menjadi manager pertama itu, adalah George C.Boldt. 

Pelayan muda ini tidak akan pernah melupakan kejadian yang membawa dia untuk menjadi manager dari salah satu jaringan hotel paling bergengsi di dunia.

Layanilah orang lain dengan sepenuh hati.

Gusti mberkahi.

Lima orang anak laki-laki kembali membuat keributan di dalam rumahnya. Mereka memecahkan banyak perabotan rumah, membentak ibu mereka, dan tidak pernah mau mendengarkan saran dari orang lain kecuali dari ayah mereka.

Salah satu anak laki-laki itu berteriak, “Kami akan tetap bertingkah laku seperti ini jika kau masih berada di rumah ini. Kau bukan ibu kandung kami. Kau adalah ibu tiri dan kami benci ibu tiri!“

Wanita yang kini menjadi ibu mereka hanya tersenyum dan tidak memarahi ataupun membentak anak-anak itu. Wanita itu juga selalu terbangun pada tengah malam untuk berdoa, “Tuhan, aku tahu bahwa aku bukanlah ibu kandung mereka, dan aku juga tidak bisa menjadi ibu yang baik bagi mereka. Aku hanya bisa bersabar dalam mengurus mereka. Aku mau belajar untuk tetap mengasihi mereka seperti Kau mengasihi aku. Tuhan, mampukan aku untuk bisa bertahan dalam mengurus anak-anakku. Dan beri aku seribu alasan untuk bisa memaafkan semua yang telah mereka lakukan kepadaku. Amin.”

Saat anak-anak itu tumbuh menjadi pria dewasa, mereka baru menyadari bahwa ibu tirinya adalah seorang wanita yang spesial. Mungkin sudah ribuan kesalahan dan kekacauan yang sengaja mereka buat, namun ibunya selalu menemukan seribu alasan untuk bisa memaafkan mereka.

Pernahkah kita merasa sult untuk memaafkan?

Pernahkah kita merasa jengkel ketika seseorang berulangkali melukai kita?

Saat kita melakukan kesalahan yang fatal, kita begitu memohon-mohon agar kesalahan kita dimaafkan, lantas mengapa kita tidak bisa memberikan maaf kepada orang lain?

Manusia memang tidak sempurna. Mereka akan selalu membuat kesalahan baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja. 

Ada orang-orang yang lebih memilih untuk memusuhi atau membalas dendam, namun kita sebagai pribadi yg disayang Tuhan harus bisa menjadi pribadi yang berbeda.

Jangan pernah berpikir untuk membalas dendam kepada orang lain karena pembalasan itu adalah hak Tuhan.

Slamat Mencoba, Gusti Mberkahi.