Bai Fang Li adalah seorang kakek tua yang hidup di Tianjin, Cina. Ia bukanlah orang yang berkelimpahan harta. Li adalah kakek yang miskin secara materi, tetapi punya hati yang luar biasa kaya. 

Kemiskinan tidak membuatnya punya alasan untuk tidak memberi. Ia terpanggil untuk memberi sumbangan kepada sekolah-sekolah dan universitas di kotanya untuk menolong lebih dari 300 anak miskin agar mampu memperoleh pendidikan demi masa depan mereka. 

Selama 20 tahun ia menggenjot becaknya demi memperoleh uang agar bisa menambah jumlah sumbangannya. Ia memilih hidup secukupnya agar bisa semakin banyak memberi. Makan siangnya hanyalah dua buah kue kismis dan air tawar, sedang malamnya ia hanya makan sepotong daging atau sebutir telur. Baju yang ia kenakan diambil dari tempat sampah, jika mendapat beberapa helai pakaian itu sudah merupakan suatu kemewahan. 

Li menarik becak tanpa henti, 365 hari setahun tanpa peduli kondisi cuaca baik ketika salju turun atau panas terik menyengat, dia terus mengayuh becaknya mulai jam 6 pagi hingga jam 8 malam. “Tidak apa-apa saya menderita, tetapi biarlah anak-anak yang miskin itu dapat bersekolah,” katanya. 

Ketika usianya menginjak 90 tahun, ia tahu ia tidak mampu lagi mengayuh becaknya. Tabungan terakhirnya berjumlah 500 yuan atau sekitar Rp 650.000 dan semuanya ia sumbangkan ke sekolah Yao Hua. 

Dia berkata, “Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini mungkin terakhir yang dapat saya sumbangkan..” 

Dan semua guru disana pun menangis. Tiga tahun kemudian, Bai Fang Li wafat dan dikatakan meninggal dalam kemiskinan. 

Tetapi lihatlah dibalik kemiskinannya itu ia telah menyumbang 350.000 yuan secara total atau sekitar Rp 455 juta rupiah selama hidupnya. Ia membaktikan hidupnya secara penuh demi membantu anak-anak miskin yang tidak sanggup sekolah.

Begitu besar kasih Bai Fang Li kepada anak-anak yang miskin itu sehingga ia dapat melakukan hal yang sedemikian rupa.



Di sebuah kota kecil, hiduplah sepasang suami istri yang telah menikah selama lima puluh tahun. Selama masa pernikahan mereka, tak ada pertengkaran berarti, kehidupan mereka selalu baik dan rukun, sehingga banyak tetangga yang kagum dengan kerukunan dan kasih dari pasangan ini.

Hanya ada satu rahasia yaitu sebuah kotak sepatu yang disimpan sang istri di atas lemari mereka dan sang istri meminta agar suaminya tidak menanyakan mengenai isi kotak sepatu itu apalagi membukanya. Sang suami menyanggupi hal itu. 

Suatu hari, sang istri mengalami sakit keras, dan sudah berada di ambang kematiannya. Dengan tubuh yang lemah, sang istri merasa bahwa inilah saat yang tepat untuk membuka rahasia yang selama ini disimpannya kepada suaminya. 

Sang suami segera mengambil kotak sepatu itu lalu duduk di samping ranjang sang istri. “Bukalah kotak itu, aku rasa ini adalah saat yang tepat engkau untuk mengetahuinya,” ujar sang istri dengan suara lemah. Sang suami lalu membuka kotak itu. 

“Saat kita menikah dulu, nenekku memberikan sebuah rahasia pernikahan padaku,” ujar sang istri, “Nenekku berpesan, jika kamu melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan hatiku, aku tidak boleh kecewa atau marah padamu, yang harus aku lakukan saat aku tidak suka dengan sikapmu adalah tetap diam dan membuat sebuah boneka rajut.” 

Sang suami tersenyum lega karena ia melihat hanya ada 2 boneka rajut disitu. Berarti selama lima puluh tahun pernikahan mereka, ia hanya mengecewakan istrinya sebanyak 2 kali. Ia begitu bersyukur dan bangga dengan dirinya yang selama ini bisa menjaga perasaan istrinya dan tidak banyak mengecewakan istrinya. 

Tapi ia masih penasaran dengan arti dari uang yang sepuluh jutaan itu. Lalu ia bertanya kepada istrinya, “Kalau begitu, apa arti dari uang yang sangat banyak ini? Dari mana kamu memperolehnya?” 

Istrinya, dengan tatapan penuh kasih dan pengertian menjawab, “Uang itu adalah hasil penjualan boneka-boneka rajut yang sudah kubuat selama ini…”
=== Kisah Inspiratif ===
(Sediakan waktu 5menit untuk mendalaminya) 



Kisah nyata cinta kasih tentang seorang nenek yang ingin memberi makan pada cucunya ini membuat semua terharu dan terus meneteskan air mata.

Di suatu siang hari terlihat seorang nenek berulang kali menekan tombol sebuah rice cooker, tetapi rice cooker itu tetap tidak mau menyala. Lalu nenek ini berjalan tergopoh-gopoh dari dapur ke kamarnya. Di dalam kamar nenek langsung merapikan rambutnya yang sudah memutih dan mengganti baju.

Setelah semua kancing bajunya terkancing, si nenek kembali membukanya lagi. Ternyata kancing bajunya tidak terkancing sesuai urutan, sehingga terkadang sisi baju yang sebelah kiri menjadi lebih tinggi dari yang kanan. Atau kancing yang sebelah kanan melampaui 2 urutan dari yang sebelah kiri. Nenek bahkan harus mengulanginya beberapa kali sampai berkeringat, baru akhirnya semua bisa terkancing rapi sesuai urutannya. Setelah itu nenek berjalan keluar dari kamar.

Saat nenek melintasi ruang tamu, cucu perempuannya yang berumur 16 tahun sedang menonton TV. Terheran melihat neneknya berpakaian rapi, lalu bertanya, “Nenek mau kemana, bukannya tadi nenek sedang masak didapur?” Nenek kemudian menjelaskan kalau ia tadinya memang mau memasak, tapi entah kenapa rice cookernya tidak mau menyala, dan sekarang nenek mau keluar sebentar membeli makanan.

Dengan wajah cemberut, cucunya meminta agar nenek cepat pulang karena ia sudah mulai lapar. “Iya, nenek akan cepat pulang. Kamu tunggu nenek sebentar yah...” Kata neneknya dengan tersenyum, supaya wajah cucunya tidak merengut lagi. Nenek pun berjalan keluar rumah, menunggu bus yang lewat, lalu naik bus ke pusat penjualan makanan.

Beberapa saat setelah nenek keluar rumah, cucunya berjalan ke dapur mencari cemilan untuk sekedar mengganjal perut. Tak sengaja dia melihat steker rice cooker yang belum dicolok. Cucunya pun tersenyum geli melihat sikap pelupa neneknya seperti orang yang sudah pikun saja.

Sesampai di pusat penjualan makanan, nenek membeli nasi ayam kesukaan cucunya. Setelah selesai membayar dan hendak pulang, langkah nenek tiba-tiba terhenti persis di pintu keluar. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan, bola matanya membesar, raut mukanya berubah tampak kebingungan. Semua bangunan dan jalanan yang ada di depannya terlihat berbeda dan asing.

Nenek terdiam membisu sejenak. Dan akhirnya menyadari kalau ia lupa arah jalan pulang ke rumah.

Lantas dengan sigap, nenek melambaikan tangannya sambil berjalan menghampiri seorang pemuda yang melintas di depannya. Meminta bantuan kepada pemuda itu agar mau membawanya pulang. “Nak, Nak, tolong antarkan nenek pulang...” Kata nenek.

“Maaf, Nek. Saya sedang terburu-buru.” Tolak pemuda tadi.

Kemudian nenek menghampiri seorang wanita paruh baya. Sama dengan pemuda tadi, wanita ini juga tidak bisa mengantarkan nenek pulang karena akan menjemput anak-anaknya.

Nenek tidak berhenti. Kali ini dengan gesit ia berjalan ke arah seorang bapak-bapak untuk meminta tolong. “Pak, Pak, tolong antarkan saya pulang. Cucu saya sedang menunggu saya pulang membawa makanan. Dia pasti sudah lapar sekarang.” Kata nenek dengan wajah terlihat sedih.

“Rumah Nenek dimana, yuk saya antar.” Jawab bapak ini.

“Emm... mm... saya.., saya tidak ingat dimana.” Kata nenek dengan terbata-bata. “Tapi tolong antarkan saya pulang, Pak. Pokoknya antarkan saja saya pulang.” Nenek memohon. Bapak ini juga tidak bisa menolong karena nenek sudah pikun dan sama sekali tidak ingat dimana rumahnya. Mata nenek tampak berkaca-kaca, air matanya hampir jatuh membasahi pipi.

Berulang kali nenek terus meminta tolong kepada setiap orang yang ditemuinya untuk diantarkan pulang. Ada yang menolak dan ada juga yang bersedia... tapi siapa pun yang mau menolong tetap saja tidak bisa mengantarkan nenek. Wajah nenek tampak sangat sedih. Tanpa di sadari air mata nenek mengalir di pipinya. Teringat cucunya menahan lapar, sedang menunggunya pulang membawa makanan.

Nenek tetap terus berjalan sambil meminta tolong, dan sesekali mencoba mencari jalan pulang sendiri. Tanpa berhenti untuk beristirahat. Rambut putihnya yang tadinya tersisir rapi dan diikat ke belakang, sekarang mulai berantakan dan tidak karuan.

Kedua tangannya terus mendekap nasi ayam yang dibelinya tadi siang agar tetap hangat. Seluruh wajah dan bajunya telah basah oleh keringat. Langkahnya juga sudah mulai melambat karena kakinya terasa sakit dan kelelahan.

Hingga hari mulai gelap, nenek masih saja terus berjalan, berusaha bisa sampai ke rumah meskipun dari wajahnya terlihat jelas sekali kalau nenek sudah sangat kelelahan...

Pada waktu yang bersamaan, dirumah nenek, sepasang suami istri baru pulang. Mereka adalah orang tua dari cucu nenek. Si ibu melihat anaknya yang sedang ngemil sambil menonton TV. Lalu bertanya, “Kok kamu ngemil, apa nenek belum selesai masak?” Putrinya menjelaskan, kalau nenek tidak jadi masak hari ini dan sudah sejak tadi siang pergi ke pusat penjualan makanan tapi masih belum pulang sampai sekarang.

“Apa! Nenek belum pulang dari tadi siang?!” Kata ayahnya dengan wajah terkejut bercampur khawatir. Belum sempat anaknya berkata apapun, kedua suami istri ini langsung pergi lagi bermaksud mencari nenek ! Anaknya kaget melihat kedua orang tuanya tiba-tiba menjadi panik dan langsung pergi lagi.

Setelah beberapa saat dia baru sadar, kalau nenek bukan pelupa, tapi sudah pikun, dan nenek pasti sedang tersesat sekarang. Segera, dia pun mengikuti kedua orang tuanya pergi mencari nenek.

Ketiganya berkeliling di tengah keramaian kota, berusaha menemukan nenek. Dan kemudian, kedua suami istri ini mendengar bunyi klakson mobil bersahut-sahutan. Keduanya segera berlari ke arah bunyi klakson tersebut.

Sesampainya disana mereka melihat nenek berdiri terbengong di tengah jalan menghalangi laju mobil-mobil. Lalu keduanya menarik tangan nenek dan menuntunnya ke tepi jalan. “Apa yang Ibu lakukan di tengah jalan seperti ini. Ibu membuat kita jadi tontonan semua orang...” Bentak putranya.

“Pak, Pak, tolong antarkan saya pulang, cucu saya sekarang pasti sudah sangat lapar. Kasihan cucu saya, dia belum makan dari siang. Tolong Pak...”

Karena di bentak, nenek semakin linglung dan tidak ingat dengan putra maupun menantunya sendiri. “Bu! Saya ini anakmu sendiri!” Teriak putranya lagi.

Kemudian sang nenek berpaling ke arah menantunya, “Nyonya, tolong antarkan saya pulang, cucu saya sedang menunggu saya pulang bawa makanan.” Nenek memelas sambil menangis.

Mendengar nenek memelas seperti itu ditambah dengan melihat kondisi tubuh nenek yang sedemikian sangat lelahnya. Hati keduanya terasa sangat pilu sekali. Tak kuasa menahan air mata, menantunya menjadi ikut menangis. Menangis dengan teramat sedih. Menyadari betapa besarnya cinta dan kasih sayang nenek kepada cucunya, yang tak lain adalah putri mereka sendiri.

Tiba-tiba... dari kejauhan, sayup-sayup terdengar suara cucunya memanggil, “Nenek, Nenek...” Nenek menoleh ke belakang, mencari asal suara cucunya. Ternyata benar, cucunya berada tidak jauh dari sana.

Dibalik keremangan lampu jalan, cucunya berlari ke arah nenek. Senang melihat cucunya berada disana, nenek pun berjalan ke arah cucunya dengan tertatih-tatih. Walaupun terlihat nenek tersenyum sangat senang, namun masih tampak sangat jelas kecapekan dibalik senyumannya itu.

Cucunya langsung memeluk nenek. “Nenek maafkan saya, Nenek tidak apa-apa?” Kata cucunya dengan meneteskan air mata. “Iya, Nenek tidak apa-apa. Ini nenek sudah belikan nasi ayam kesukaan kamu, ayo makan. Kamu pasti sudah lapar sekali. Kasihan cucu nenek harus kelaparan sampai malam.” Kata nenek sambil membuka bungkus nasi lalu di suapkan ke mulut cucunya. Cucunya terus menangis. “Nenek maafkan saya, maafkan saya, nek.” Cucunya terus berulang-ulang meminta maaf sambil menangis...

“Tolong maafkan nenek yah, kamu jadi harus kelaparan menunggu nenek terlalu lama.” Mendengar nenek berkata demikian, dan melihat kondisi nenek yang begitu kesakitan juga kelelahan. Air mata cucunya semakin deras mengalir. Putra dan menantu nenek yang melihat kejadian ini, juga menitikkan air mata. Lalu keduanya berjalan mendekati nenek dan memeluk nenek dari belakang. “Ibu, kami semua sangat mencintaimu.”

Kisah ini disampaikan kepada kita untuk membuka hati dan mata kita akan betapa besarnya cinta kasih orang tua dalam mengurus serta membesarkan anak-anaknya. Ketika orang tua kita sudah renta dan tidak lagi mampu mengurus dirinya sendiri, sebagai anak, sudah sepatutnya kita juga mengasihi, merawat dan memperhatikan mereka sama persis dengan yang telah mereka lakukan kepada kita.

Dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat, maukah Anda berbaik hati untuk ikut serta bersama saya dalam meneruskan pesan kisah cinta kasih ini dengan “Tag/Share & Broadcast” kepada semua teman-teman dan anggota keluarga?

Karena dengan kita berbuat demikian serta menganjurkan orang lain turut melakukan suatu maha karya kebajikan untuk lebih peduli kepada orang tua dan akan membawa berkah rahmat terbesar dalam hidup kita di dunia ini.


Siapa tidak kenal Jack Ma? Pendiri dan CEO dari Alibaba ini orang ketiga terkaya di Tiongkok (berdasarkan “Hurun China Rich List”; 12/10/2017) dengan harta kekayaan mencapai 30 miliar dolar AS. Pria 53 tahun ini juga penasihat steering committee roadmap e-commerce Indonesia—penawaran lisan serta tertulis dari Pemerintah RI, telah disetujuinya.

Dengan berbagai prestasi dan kesuksesan yang dicapai Jack Ma, tentu orang kerap bertanya rahasia sukses darinya. Baginya, pintar bukan jaminan sukses. Satu kunci keberhasilan, menurut kelahiran Hangzhou ini, adalah emotional quotient (EQ). Sesuai namanya, EQ berkait dengan kecerdasan emosional seseorang. Khususnya, tahu bagaimana cara memperlakukan orang dengan baik.

“Karena kalian akan memahami bagaimana bekerja sama dengan orang lain,” paparnya dalam berbagai kesempatan. “Tidak peduli betapa pintar kalian, jika tidak dapat bekerja sama, kalian tidak akan pernah sukses.”

Jack Ma menambahkan bahwa love quotient (LQ) memainkan peranan besar bagi manusia, untuk menjadi orang yang lebih peduli, lebih penuh kasih terhadap sesamanya, lebih “terhormat”. Konsep LQ ini sering ia paparkan, saat sharing dalam berbagai forum bisnis dan teknologi.

Menurutnya, di masa depan, keseharian/pekerjaan akan kita didominasi oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence, AI) dan komputer. Nah, daripada mengarahkan manusia agar bisa menyamai performa mesin, kita seyogianya melihat kelebihan diri sendiri.

“Mesin tidak mempunyai hati, mesin tidak mempunyai jiwa, dan mesin tidak mempunyai hal yang dipercayai. Manusia memiliki jiwa, memiliki hal yang dipercayai, memiliki nilai. Kita adalah makhluk yang arif dan kreatif, kita tunjukkan bahwa kitalah yang mampu mengendalikan mesin-mesin.”

Katanya juga, “Abad lalu, orang saling membandingkan otot dan memberdayakan diri sendiri. Sedangkan abad ini, kita saling membandingkan kebijaksanaan dan keramahan, juga memberdayakan orang lain.”

Membentuk Karakter Sukses

Jack Ma juga menegaskan bahwa ia tidak pernah dididik untuk menjadi pengusaha. Namun, masa-masa saat menjadi ketua kelas membantunya mendapat pengalaman bekerja sama dan menghadapi orang lain. Selain itu, mampu mengakui kegagalan sendiri, mau belajar dari kesalahan orang lain, dan pantang mengeluh menjadi hal-hal yang penting dalam membentuk karakter sukses.

“Hanya orang-orang yang memahami masalah yang mampu menjadi sukses. Jadi jika Anda punya keluhan, harus ada solusinya. Jika tidak, jangan mengeluh!” pungkasnya.