Pada suatu hari, dalam sebuah kunjungan kerja, saya menunggu dalam antrean untuk naik taksi di bandara Dubai. Ketika sebuah taksi berhenti, hal pertama yang saya perhatikan adalah bahwa taksi itu begitu bersih dan mengkilap. Sang sopir yang berpakaian kemeja putih, dasi hitam, dan celana panjang hitam melompat keluar dan mengitari mobil untuk membuka pintu penumpang bagi saya.

Dia menyerahkan kartu laminasi sambil berkata, "Saya Abdul. Sementara saya menaruh tas Anda di bagasi, saya ingin Anda untuk membaca pernyataan misi saya."

Saya terkejut saat membaca kartu tersebut. Tertulis di situ, Pernyataan Misi: Untuk mengantarkan pelanggan ke tujuan mereka dengan tercepat, teraman dan termurah serta menciptakan lingkungan yang ramah.

Saat saya duduk di belakang, Abdul mengatakan, "Apakah Anda ingin secangkir kopi? Saya memiliki termos kopi tanpa kafein."
Saya menjawab sambil bergurau, "Tidak, saya lebih memilih minuman ringan."

Abdul dengan cepat berkata, "Tidak ada masalah. Saya memiliki kotak pendingin yang berisi cola, lassi (minuman yoghurt tradisional), air mineral, dan jus jeruk. "
Dengan sedikit gugup, saya berkata, "Saya akan mengambil lassi."

Sambil menyodorkan minuman saya, Abdul mengatakan, "Jka Anda ingin sesuatu untuk dibaca, saya menyediakan The Straits TimesThe Star dan Sun Today."
Kemudian Abdul menanyakan apakah saya ingin mendengarkan radio dan musik.
Seakan-akan belum cukup, dalam perjalanan, Abdul bahkan bertanya apakah suhu AC-nya nyaman bagi saya.

Tak lama, ia menyarankan rute terbaik ke tujuan saya untuk hari itu. Dia juga memberitahu bahwa ia akan senang untuk mengobrol, juga memberi info beberapa pemandangan atau tempat menarik untuk tamu yang berkunjung dari luar negeri.
Saya berkata penuh kekaguman kepadanya, "Apakah Anda selalu melayani pelanggan seperti ini?"

Abdul tersenyum dan menjawab ramah sambil melirik ke kaca spion. "Tidak, tidak selalu. Bahkan, sejujurnya hal ini baru saya lakukan dalam 2 tahun terakhir. Selama 5 tahun pertama saya bekerja sebagai sopir, saya menghabiskan sebagian besar waktu saya untuk mengeluh seperti kebanyakan rekan di sekitar saya. Lalu suatu hari, saya mendengar sebuah cerita tentang KEKUATAN PILIHAN."

"Anda bisa memilih menjadi 'bebek' atau 'elang'. Jika Anda bangun di pagi hari dan berpikir akan memiliki hari yang buruk, Anda akan mengecewakan diri sendiri. Berhenti mengeluh! Jangan jadi 'bebek' yang hanya mengeluh. Jadilah 'elang' yang terbang tinggi di atas kerumunan," paparnya. "Kalimat itu membuka pikiran saya."

"Ini adalah tentang diri sendiri. Selama ini saya selalu mengeluh, jadi saya segera memutuskan untuk mengubah sikap saya dan menjadi 'elang'. Saya melihat sekeliling, banyak taksi yang kotor, driver yang tidak ramah, dan pelanggan yang tidak bahagia. Saya memutuskan untuk membuat beberapa perubahan, perlahan-lahan, bertahap namun pasti. Ketika pelanggan saya merespon dengan baik, saya mengulanginya lagi," lanjutnya.

"Tahun pertama sebagai 'elang', saya mendapatkan penghasilan 2x lipat dari tahun sebelumnya. Tahun ini penghasilan saya naik 4x lipat. Penumpang saya selalu menelepon saya untuk menjemputnya kembali."

Abdul membuat pilihan yang berbeda. Dia memutuskan untuk berhenti mengeluh dan melesat, terbang tinggi di atas kebanyakan orang.

Mulailah menjadi "elang" hari ini. Cukup buat satu langkah kecil yang positif, setiap hari, setiap minggu. Dan selanjutnya, dan seterusnya. Perbaiki diri sendiri dan kemampuan Anda dengan cara yang berbeda dan luar biasa.

Sukses untuk anda.
Gusti mberkahi.

Sadarkah kita hal terbesar apa yang kita miliki di dunia ini? Hidup! Ya, kesempatan untuk hidup adalah berkah yang tak bisa tergantikan oleh apa pun. Bayangkan. Kita menjadi manusia dengan mengalahkan jutaan bibit lain yang punya kesempatan sama untuk menjadi diri kita saat ini. Karena itu, dengan terlahir saja, sudah merupakan berkah yang luar biasa. Dengan menjadi manusia, kita sebenarnya telah mendapatkan “hadiah” luar biasa yang tak bisa dinilai dengan apa pun.


Sayangnya, kita sendiri yang malah sering menciderai berkah itu. Mendapat halangan sedikit saja, kita langsung menyerah. Mendapat ujian tak seberapa, segera surut langkah. Memperoleh musibah, kita sibuk mengutuk dan tak bisa berserah. Padahal, kita diciptakan dengan berjuta potensi. Dan, dengan menggali dan memaksimalkan potensi itulah, kita akan mendapatkan banyak kebaikan.

Mother Teresa, mendiang tokoh yang hingga kini demikian terkenal dengan rasa welas asihnya, pernah berucap, betapa berharganya hidup. “Life is life, fight for it,” serunya mengungkapkan betapa hidup harus diperjuangkan.

Untuk itu, kita juga harus tahu, untuk apa kita hidup. Dalam bahasa Jawa, ada istilah, urip mung mampir ngombe, hidup hanya “sekadar” mampir minum. Ini mengandung arti bahwa hidup sebenarnya sangat singkat. Karena itu, apa yang kita lakukan, apa yang kita perjuangkan, apa yang kita maksimalkan, itulah yang akan kita “tinggalkan”. Jika kita melakukan kebaikan, kita akan dikenang sebagai insan yang membawa keberkahan. 

Jika kita hanya melakukan kesia-siaan, maka kita pun hanya akan menjelma seperti buih di lautan, datang dan pergi seolah tanpa kesan.
Itulah mengapa saya selalu menekankan agar kita selalu memiliki target besar dan menantang. Sebab, dengan itulah, kita akan berjuang dan meninggalkan warisan yang selalu bisa dikenang. 

Coba kita telusuri jejak kehidupan orang-orang yang pernah berjaya pada masanya. Mulai dari legenda pencipta lampu pijar, Thomas Alva Edison, kisah John F. Kennedy yang ingin mendaratkan orang ke bulan, hingga tokoh-tokoh olahraga dunia seperti Michael Jordan di basket dan Muhammad Ali di tinju. Semua pasti punya target dan impian besar nan menantang yang akhirnya berhasil mereka taklukkan. 

Jangan lupa pula menyebut Mother Teresa yang hingga akhir hayatnya mendedikasikan hidup demi kehidupan orang lain. Atau, lihat juga kiprah Muhammad Yunus yang mengentaskan kemiskinan dengan mendirikan Grameen Bank sehingga berhasil mengentaskan kemiskinan di Bangladesh. Dengan pencapaian itulah, sepanjang masa mereka akan dikenang orang.

Mereka inilah contoh tokoh yang hidupnya mampu menjadi "terang" bagi sekelilingnya. Kita pun sebenarnya bisa menjadi seperti mereka. Tentu, dalam kapasitas dan kemampuan kita masing-masing. Sebab, sejatinya, hidup itu sendiri mengandung makna terang atau menerangi. Tinggal pilihan kita sendiri. Apakah ingin menjadikan hidup suram penuh suasana muram, atau akan jadi hidup yang mampu menerangi diri dan sekeliling.

Sebuah ungkapan bijak mengatakan, “Daripada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin.” Meski kecil apinya, lilin mampu menerangi sekeliling. Lilin mampu “menghidupkan” suasana sekitar bahkan dengan nyala yang sangat redup sekali pun. Begitu juga kita. Maka, meski mengaku tak punya bakat apa-apa, dengan terus mau berjuang dan bekerja, memaksimalkan segala dan upaya, pasti ada hasil yang penuh makna.

Itulah mengapa sejatinya saat menghadapi kerasnya kehidupan, kita sedang “dihidupkan”. Gemblengan yang kita terima itulah yang akan terus menyalakan semangat untuk maju dan menjadikan diri lebih baik. Ibarat kupu-kupu dalam kepompong. Ia hidup sebagai ulat kemudian menjelma menjadi kupu-kupu nan elok bukan dengan kemudahan. Saat di dalam “rumah penggemblengan” berwujud kepompong,kupu-kupu menjalani hidup penuh siksaan. Namun, di sanalah ia sedang dibentuk agar bisa hidup dan mampu “menghidupi” sekitar dengan pesona keindahannya.

Mari, kita renungi hidup kita. Urip mung mampir ngombe seperti apa yang akan kita jalani? Setiap fase mampir ngombe masing-masing orang pasti berbeda. Ada ukurannya sampai 80 tahun, 60 tahun, atau bahkan di usia yang belia, tak lagi bisa mampir ngombe. Namun, yang terpenting, “minum” seperti apa yang kita jalani. 

Seperti tokoh legenda kungfu, Bruce Lee yang meninggal di usia 32 tahun. Sangat muda untuk ukuran kita. Tapi, masa mampir ngombe-nya yang singkat itu meninggalkan banyak “warisan” yang tak lekang oleh zaman. Bahkan, lebih dari 3 dekade sejak ia meninggal, sikap positifnya, kerja keras, semangat mewujudkan impian, dan karya-karyanya, terus “hidup” melampaui batas waktu dan usia.

Seperti Bruce Lee dan tokoh inspiratif lainnya, mari kita “minum” air kehidupan dengan penuh syukur dan semangat pembelajaran, serta keinginan berbagi dengan sesama. Kita maksimalkanwaktu mampir ngombe dengan hal positif yang membawa keberkahan sehingga hidup dan kematian kita kelak, akan penuh arti.

Gusti mberkahi.


Ada kalimat penghibur yang biasa diucapkan ketika ada seseorang yang gagal, “Gagal adalah sukses yang tertunda.” Menurut saya, meskipun kalimat ini cukup menghibur, tetapi sebaiknya kita hindari. Jika sukses bisa didapat tepat waktu, mengapa juga ditunda-tunda. Misalnya, seorang pemuda menghadap calon mertua. Kemudian calon mertuanya menanyakan pekerjaan pemuda ini. Lalu dengan mantap pemuda tersebut menjawab, “Saya adalah pengusaha sukses. Sukses yang tertunda.” Maka dengan tak kalah mantap calon mertuanya berkata, “Kamu saya izinkan mendekati anak saya tapi sementara izinnya saya tunda dulu.” 

Dalam buku Motivaction, Mimpi Atau Mati! saya menulis, segala sesuatu yang datang pada waktu yang diharapkan lebih menyenangkan daripada tertunda. Seorang pria jomblo yang janjian dengan perempuan idamannya untuk bertemu tentu akan sangat senang ketika idamannya datang tepat waktu. Sebaliknya, pria jomblo ini pasti akan gelisah kalau perempuan idaman yang janjian dengannya datang terlambat dan akhirnya datang malah bersama pria lain. Gubrak! Contoh ini mungkin kurang pas tapi tolong dianggap pas saja, he he he.

Begitu pun dengan sukses yang tertunda. Walaupun kemudian kita berhasil meraihnya, tetapi sebelum itu kita pernah berada dalam pahitnya kegagalan. Atau ketika kita meraihnya ternyata hal yang kita tuju dan inginkan sudah tidak menjadi tren lagi. Misalnya, sudah lama Anda ingin menjadi pengusaha fashion, namun selalu gagal ketika mencobanya. Ketika Anda akhirnya berhasil menjadi pengusaha fashion, ternyata bisnis itu pemainnya sudah sesak. Anda terjebak dalam kompetisi banting harga atau dalam istilah kerennya red ocean. Berarti Anda hanya sesaat saja menikmati kesuksesan. Masih banyak sekali hal yang harus diperjuangkan lagi sebelum Anda bisa benar-benar merasakan puncak sukses sebagai pengusaha fashion.
Jadi sebaiknya mulai sekarang jangan terlalu cepat menghibur diri dengan kata-kata gagal adalah sukses yang tertunda. Ketika mengalami kegagalan, katakanlah, “Saya telah berhasil menginjak anak tangga pertama kesuksesan dan siap melesat ke anak tangga berikutnya hingga puncak.”
Siapa bilang gagal alias sukses yang tertunda itu enak? Supaya kesuksesan datang tepat waktu, pelajari tiga penyebab gagal yang harus dihindari berikut ini.

Pertama, gagal karena tidak mengukur diri. Dengan mengukur diri kita bisa melihat kelebihan dan kekurangan untuk kemudian memantaskan diri dengan impian kita. Contoh paling mudah adalah jika ada seseorang yang bermimpi ingin jadi penyanyi terkenal padahal dia tidak memiliki kualifikasi untuk bisa menjadi penyanyi yang bagus. Jangankan bernyanyi, batuk saja dia fals. Bagaimana mungkin ia bisa menjadi penyanyi terkenal. Lantas apakah dia tidak boleh jadi penyanyi? Boleh saja tapi standar mimpinya diturunkan menjadi penyanyi kamar mandi.
Contoh lain, jika Anda ingin menjadi direksi di sebuah perusahaan besar. Tentu mimpi ini hanya akan jadi angan-angan jika Anda tidak mengukur posisi dan kualifikasi Anda saat ini. Apa jabatan Anda sekarang, kualifikasi apa yang diperlukan agar bisa duduk di posisi direktur, kualifikasi apa yang sudah Anda miliki dan yang belum Anda miliki, bagaimana memenuhinya. Semua hal ini harus dipetakan, diukur kemudian ditentukan langkah-langkah apa yang harus dilakukan.

Kedua, gagal karena tidak memiliki ilmunya. Banyak dari kita lupa, saat ingin mewujudkan apa pun impian, kita harus menguasai ilmunya. Jika Anda ingin menjadi seorang marketer sukses dengan penghasilan besar tentu Anda harus menguasai ilmu dan teknik pemasaran. Jika Anda ingin menjadi seorang trainer sukses yang bisa mengembangkan keterampilan sesama rekan karyawan, tentu Anda harus menguasai ilmu dan skill komunikasi.
Sebenarnya ada cara paling mudah mendapatkan ilmu agar kita sukses di bidang apa pun yang dijalani, yaitu mempelajari pengalaman orang sukses. Dengan melihat perjalanan orang sukses dari masa lalu hingga saat ini, kita bisa melihat kerja keras, strategi, dan konsistensi mereka. Kemudian pinjamlah pengalaman itu sebagai panduan. Dengan begitu, kita bisa hemat waktu karena terhindar dari melakukan kesalahan yang pernah dilakukan oleh orang sebelum kita.
Orang sering kali terobsesi ingin menjadi seperti Steve Jobs, Bill Gates, maupun Mark Zuckerberg. Lalu ikut-ikutan tidak melanjutkan kuliah karena beranggapan mereka ini sukses walaupun tidak menyelesaikan kuliah Namun ada yang dilupakan oleh orang-orang bahwa meskipun mereka tidak menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi namun mereka telah memiliki ilmu tentang bisnis yang mereka geluti. Seharusnya bukan dilihat tidak selesai kuliahnya, tetapi sebaiknya dicari tahu bagaimana cara orang-orang sukses ini mendapatkan ilmu di luar sekolah. Kalau salah menafsirkan, bukannya jadi Steve Jobs malah nggak punya job alias nganggur.

Ketiga, gagal karena tidak sabar. Harus dipahami, apa pun tujuan dan cita-cita kita, ada proses yang harus dilalui. Proses bukan cuma terkait waktu. Tetapi juga beragam masalah, hambatan dan kesulitan yang muncul di sepanjang perjalanan. Sabar dalam berproses mewujud dalam sikap pantang menyerah, tetap konsisten, disiplin, dan optimis. Sabar dan tekun merupakan syarat wajib sukses.
Dalam sabar ini Anda harus memiliki mental seperti seorang petinju professional yang siap bertarung selama 12 ronde. Kalau dalam 3 ronde Anda bisa mengalahkan lawan, itu berarti strategi Anda berjalan dengan baik. Kalau setelah 10 ronde Anda belum bisa mengalahkan lawan maka Anda harus tetap bersabar dan tidak menyerah. Minimal Anda harus menang angka. Kalau Anda tidak mempersiapkan diri untuk bertarung hingga 12 ronde, maka ketika Anda dipukul jatuh di ronde pertama, mental Anda pasti langsung ciut. Kalau sudah begini, bukannya segera bangkit ketika wasit mulai menghitung bisa jadi Anda malah pura-pura tidur he he he.

Iwel Sastra
Stand Up Motivator No 1 Indonesia
Pelopor Stand Up Comedy Indonesia
iwelsastra@gmail.comtwitter @iwel_mc

Tersebutlah seorang pemuda desa yang dikenal unik hidupnya. Namanya Abun. Ia sering berkelakar, bercanda, namun dikenal cerdas oleh orang sekampungnya. Banyak pertanyaan dan pernyataan aneh, namun penuh makna yang sering kali terlontar dari mulutnya. Karena itulah, ia punya banyak teman yang acap kali bertanya banyak hal tentang kehidupan dari sudut pandangnya.


Suatu kali, seorang temannya bertanya, “Wahai saudaraku Abun. Aku ini sudah punya segala sesuatu. Tapi, entah mengapa aku masih jarang merasakan kebahagiaan. Sebenarnya, ke manakah aku harus mencari kebahagiaan yang bisa benar-benar menentramkanku?” tanyanya.

“Pertanyaanmu menarik. Beri aku waktu sehari untuk menjawabnya. Esok hari, di jam yang sama, datanglah kemari,” sebut Abun sembari kembali ke rumahnya.
Keesokan harinya, sesuai perintah Abun, sang teman datang kembali. Ia sudah tak sabar ingin mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang diajukannya. Namun ternyata, di sana ia menjumpai Abun seperti orang yang sedang kebingungan. Ia lantas bertanya, “Apa yang sedang kamu lakukan? Ada yang bisa aku bantu?”

Sambil terus terlihat sibuk, Abun pun menjawab, “Aku kehilangan pukul besi untuk menatah kayuku. Bisa kamu bantu mencari?”

Mereka berdua pun sibuk mencari dan mencari. Hingga siang menjelang sore, pukul besi itu tetap tak ditemukan. Akhirnya, si pemuda pun bertanya pada Abun. “Wahai Abun, kita sudah seharian mencari-cari di luar sini. Kalau bisa diingat-ingat lagi, di manakah terakhir kali engkau menggunakan pukul besi itu?” tanyanya penasaran, setelah lelah seharian ikut membantu mencari dan tidak mendapatkan apa-apa.

“Terakhir kali, aku ingatnya sih aku gunakan untuk membantu menatah kayu di dalam bengkel rumah,” jawab Abun sekenanya.

Hah...?” sambut si pemuda keheranan. “Kalau ingat di dalam bengkel, kenapa kamu mencari-carinya di luar sini?”

“Habis, di dalam sana gelap. Jadi aku mencarinya di sini yang lebih terang,” sahut Abun seolah-olah tak bersalah.

“Aku ke sini tadinya ingin mendengarkan kebijaksanaanmu. Aku benar-benar ingin mendapat jawaban tentang dari mana kita bisa mendapatkan kebahagiaan. Tapi, engkau malah berlaku bodoh seperti itu. Kalau dari tadi kamu memberi tahu pukul besi itu habis kamu gunakan di dalam bengkel, pasti sudah ditemukan di sana,” jawab si pemuda agak jengkel.

Melihat kedongkolan temannya, Abun pun berkata, “Sebenarnya, aku hanya ingin menunjukkan padamu, bahwa banyak di antara kita sering kali mencari sesuatu bukan pada tempatnya. Kita sebenarnya sudah tahu di mana, tapi tak mau mencarinya di sana. Seperti pukul besi itu,” sebut Abun.

“Kamu kemarin bertanya di mana mencari kebahagiaan. Kamu sebenarnya bisa menemukannya langsung dalam diri kamu, karena kamu mengatakan kemarin sudah punya segalanya. Tapi, karena kamu sibuk mencari-cari di luar dirimu, kebahagiaan itu seolah-olah tak pernah kamu temukan. Karena itu, cobalah kembali renungkan, apa yang sudah ada dalam diri dan sekitarmu. Rasakan kenikmatannya berada di tengah keluarga yang setiap hari mendukungmu, rasakan semua berkat yang diberikan padamu. Di situlah, kamu akan mendapatkan kebahagiaan, bukan di luar sana dan sibuk mencari dan terus mencari.”
Si pemuda itu pun mulai paham dengan apa yang dilakukan Abun sejak tadi. Rupanya, ia mengajarkan nilai-nilai kebahagiaan harusnya diperoleh dari dalam diri, bukan dicari-cari dari luar diri. “Terima kasih atas nasihatmu. Aku berjanji, mulai hari akan lebih banyak bersyukur, sehingga rasa bahagia itu akan muncul dari dalam diri.”

Kebahagiaan memang bisa diukur dengan sudut pandang apa pun. Ada yang menyebut dengan ukuran materi, ada yang menyebut dengan ukuran kehadiran anak, ada yang menyebut dengan ukuran kesehatan. Semua tak salah. Semua ada kadar dan kondisinya sendiri-sendiri. Namun, alangkah nestapanya kita jika kemudian ukuran orang lain selalu dijadikan standar untuk mencari kebahagiaan. Sebab, jika itu yang terus-menerus kita lakukan—yakni dengan membanding-bandingkan—niscaya kita tak akan pernah merasakan kelimpahan yang kita cari.

Kebahagiaan adalah soal keputusan. Apakah kita sudah merasa mendapatkan segala sesuatu—dengan ukuran kita—atau belum, semua kembali pada pilihan masing-masing

Jika kita bisa memaknai kisah di atas, maka kita pun akan lebih banyak berintrospeksi, apa yang sudah saya dapat, apa yang sudah saya nikmati, di sanalah sesungguhnya kita bisa memperoleh kebahagiaan.

Mari, syukuri apa pun yang kita terima sampai hari ini. Kita syukuri apa pun yang kita dapatkan dalam kehidupan. Kesadaran tentang semua hal tersebut akan membuat kita makin kaya dalam arti yang sesungguhnya, yakni kaya hati dan kaya rasa, untuk meraih kebahagiaan sejati.

Gusti mberkahi


Alkisah, seorang pria sedang berjalan di pinggiran pantai. Saat berjalan santai, kakinya terantuk sebuah botol kaca yang berisi sebuah kertas. Ia lalu mengambil botol tersebut dan terkejut saat mengetahui bahwa isi kertas itu adalah sebuah peta menuju harta karun. Namun, karena ia sedang tergesa-gesa, dirinya berpikir itu hanya sebuah peta harta karun main-main. Maka, kertas itu dikembalikan ke dalam botol dan dibuangnya jauh-jauh ke tengah laut.

Saat ombak membawa botol itu kembali ke darat, rupanya seorang pria kembali menemukan botol itu. Hal yang sama juga dilakukannya. Namun kali ini, ia merasa bahwa itu adalah peta harta karun yang benar-benar nyata. Maka, ia pun segera mengikuti petunjuk peta itu ke tengah laut. Namun, saat terus berjalan mengikuti instruksi, besarnya gelombang dan dalamnya lautan membuatnya takut. Ia takut tenggelam dan akhirnya memilih untuk mengurungkan niat dan segera membuang botol itu kembali ke tengah laut.

Botol itu lalu ditemukan oleh pemuda lain. Instruksi yang didapatnya pada peta itu membuat si pemuda sangat bersemangat. Karena ternyata letaknya cukup jauh ke tengah laut, pemuda itu pun lantas mencoba menyewa perahu. Setelah sampai ke tempat yang ditunjukkan, ia segera menyelam ke dasar laut menuju pada titik yang tertera di peta. Tapi, rupanya tempat itu cukup dalam. Napasnya tak cukup kuat untuk sampai ke dasar. Saat itulah, ia jadi ragu. Kalau nekad, ia bisa mati konyol. Apalagi, ia sendiri tidak yakin seratus persen apakah benar yang ditunjuk dalam peta itu benar-benar sebuah harta karun. Maka,dalam keraguan ia pun membatalkan niatnya. Botol yang berisi harta karun itu pun dibuangnya.
Ombak kembali membawa botol itu ke tepian. 

Lalu, seorang pria lain menemukannya. Ia sangat kegirangan melihat ada peta harta karun yang ditemukannya. Dipelajarinya dengan saksama peta tersebut. Lalu, seperti pemuda sebelumnya, ia menyewa sebuah perahu dan pergi ke tengah laut, menuju pada titik yang telah disebut. Ia pun mengalami kendala yang sama dengan pemuda sebelumnya, yakni tempat tujuan cukup dalam. Bedanya, karena merasa sangat yakin ada harta karun, ia pun kembali ke tepian dan menyewa peralatan menyelam. Dengan usaha dan perjuangan yang luar biasa berat, akhirnya dia berhasil menyelam, mampumenemukan kotak harta karun yang segera dibawanya ke daratan. Sungguh, ia sangat beruntung. Kotak itu benar-benar berisi harta karun yang emas dan perhiasan lain seperti yang tertera dalam peta tersebut.

Kisah ilustrasi yang saya ceritakan tadi, merupakan sebuah penggambaran tentang diri kita saat berhadapan dengan datangnya kesempatan. Ada yang menganggap biasa-biasa saja, bahkan mengacuhkannya. 

Ada yang kemudian berusaha mewujudkannya dengan upaya ala kadarnya. 

Ada yang berusaha dengan lebih keras, namun segera menyerah saat menemui hambatan. 

Ada yang kemudian benar-benar berusaha dan pantang menyerah serta segera mencari solusi saat menemukan hambatan dan berhasil meraih kesuksesan.

Hidup itu pilihan, silahkan memilih yang terbaik untuk masa depan anda.
Gusti mberkahi.


Tahukah Anda bahwa burung rajawali adalah burung yang paling panjang usianya?
Seekor burung rajawali bisa mencapai umur hingga 70 tahun. Tapi untuk mencapai umur tersebut adalah sebuah pilihan bagi seekor rajawali, apakah dia ingin hidup sampai 70 tahun atau hanya sampai 40 tahun.
Ketika burung rajawali mencapai umur 40 tahun, maka untuk dapat hidup lebih panjang 30 tahun lagi, dia harus melewati transformasi tubuh yang sangat menyakitkan. Dan pada saat inilah seekor rajawali harus menentukan pilihan untuk melewati transformasi yang menyakitkan itu atau melewati sisa hidup yang tidak menyakitkan namun singkat menuju kematian.
Pada umur 40 tahun paruh rajawali sudah sangat bengkok dan panjang hingga mencapai lehernya sehingga ia akan kesulitan memakan. Dan cakar-cakarnya juga sudah tidak tajam. Selain itu bulu pada sayapnya sudah sangat tebal sehingga ia sulit untuk dapat terbang tinggi.
Bila seekor rajawali memutuskan untuk melewati transformasi tubuh yang menyakitkan tersebut, maka ia harus terbang mencari pegunungan yang tinggi kemudian membangun sarang di puncak gunung tersebut. Kemudian dia akan mematuk-matuk paruhnya pada bebatuan di gunung sehingga paruhnya lepas. Setelah beberapa lama paruh baru nya akan muncul, dan dengan menggunakan paruhnya yang baru itu ia akan mencabut kukunya satu persatu-satu dan menunggu hingga tumbuh kuku baru yang lebih tajam. Dan ketika kuku-kuku itu telah tumbuh ia akan mencabut bulu sayap nya hingga rontok semua dan menunggu bulu-bulu baru tumbuh pada sayapnya. Dan ketika semua itu sudah dilewati rajawali itu dapat terbang kembali dan menjalani kehidupan normalnya. Begitulah transformasi menyakitkan yang harus dilewati oleh seekor rajawali selama kurang lebih setengah tahun.
Burung rajawali ini ibarat kita sebagai manusia. Ketika sebuah masalah datang dalam kehidupan kita dan kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang harus diambil, dan sering dari pilihan yang kita ambil tersebut kita harus melewati suatu transformasi kehidupan yang menyakitkan bagi jiwa dan tubuh kita. Namun ditengah kesulitan tersebut kita harus ingat ada Tuhan yang menyertai kita, ada masa depan yang Tuhan sediakan untuk kita diakhir perjuangan kita, suatu kehidupan 30 tahun lebih panjang, suatu kehidupan yang lebih baik, suatu pemulihan hubungan, suatu kesembuhan, suatu sukacita ....., suatu yang saudara impikan selama ini.
Jangan Selalu Mengeluh, Karena Tuhan Sedang Memprosesmu Menjadi Pribadi Yang Luar Biasa.
Gusti mberkahi